Berita  

Memerangi Hoaks di Tengah Pandemi

Ilustrasi: Melawan hoaks. (ANTARA/HO)

Upaya perangi hoaks

Setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia, informasi seputar pandemi menjadi berlimpah ruah. Bak dua sisi mata uang, informasi tersebut bisa menjadi “makanan” yang menyehatkan, namun juga bisa menjadi racun berdampak buruk pada psikologis maupun perilaku masyarakat.

Melimpahnya pemberitaan seputar pandemi yang memunculkan kecemasan, frustasi, bahkan berdampak pada “panic buying,” serta efek sosial yang tidak sekadar khawatir tapi justru malah berperilaku yang tidak sejalan karena kecenderungan disinformasi.

Sementara itu dari 23 Januari hingga 3 Februari 2020, Kementerian Kominfo mencatat terdapat 54 hoaks mengenai virus corona yang beredar di media sosial maupun aplikasi pesan instan.

Setahun berselang, Kominfo tak henti berjuang. Terlebih, hoaks mengenai vaksin COVID-19 seakan menyerang. Dari pantauan di ruang digital, hingga 31 Januari 2021 Kominfo telah menemukan 1.396 isu hoaks COVID-19 dan 92 isu hoaks terkait vaksin COVID-19.

Isu hoaks vaksin tersebar dalam 2.209 konten di Facebook, Instagram, Twitter dan YouTube, “di mana 1.926 konten sudah diblokir. Sisanya dalam proses,” ujar Menteri Johnny dalam rapat bersama Komisi I DPR pada awal pekan ini, Senin (1/2).

Jauh sebelum corona melanda, Kementerian Kominfo sebenarnya telah memiliki senjata pendeteksi hoaks bernama Automatic Identification System (AIS).

AIS adalah mesin crawling konten negatif di internet yang diluncurkan sejak tahun 2018. Mesin AIS menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk secara cepat menentukan konten negatif.

Sebagai sistem pemantauan proaktif untuk penanganan konten internet bermuatan negatif, Mesin AIS bekerja dengan cara mengais (crawling) dan mengklasifikasi (jutaan) tautan yang terdeteksi mengandung konten negatif.

Tak hanya sistem, Kominfo juga memiliki tim AIS yang bekerja selama 24 jam dan terbagi atas tiga shift per harinya. Tugas pokok dari tim AIS ini mulai dari penerimaan dan pengelolaan laporan di platform Aduan Konten dari masyarakat dan instansi, analisa isu populer dan analisa tagar.

Hasil pemantauan akan ditindaklanjuti dengan penanganan berupa pemblokiran akses dan penonaktifan konten internet negatif, serta diteruskan ke instansi terkait.

Memahami betul bahwa serangan hoaks berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat, Menteri Kominfo Johnny G Plate, pada awal April telah mengambil langkah untuk menggandeng platform digital global, yaitu Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube, untuk menindak hoaks.

Di Indonesia, YouTube meluncurkan panel informasi cek fakta yang bertujuan memberikan konteks yang mendampingi konten di platform. Tak main-main, Google juga mengumumkan hibah 800.000 dolar AS atau sekitar Rp11,7 miliar di Indonesia.

Hibah, yang dieksekusi oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), lembaga nirlaba MAARIF Institute, bersama agensi perubahan sosial Love Frenkie lewat program Tular Nalar, itu mendukung beragam program literasi media dan juga pelatihan digital dalam upaya memberantas hoaks dan misinformasi masyarakat Indonesia.

Kominfo juga telah gencar melakukan literasi digital kepada masyarakat bersama gerakan Siberkreasi. Tak berhenti di situ, Kementerian menggandeng Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) untuk terus berjuang melawan hoaks COVID-19.

“Kominfo bersama KPCPEN melakukan upaya penanganan hulu hilir mulai dari literasi kepada masyarakat terkait COVID-19 dan vaksin, pemberian klarifikasi terhadap hoaks, pembuatan kanal resmi dan terpercaya, dan bekerjasama dengan pemangku kepentingan terkait, termasuk Polri untuk hukum dan penaganan hoaks,” ujar Menteri Johnny.

Tinggalkan Balasan