Opini, Semartara.News — Plato merupakan salah satu filsuf terpenting dalam sejarah filsafat Barat. Lahir sekitar tahun 428 SM, sosok yang memiliki nama asli Aristocles ini kemudian lebih dikenal sebagai Plato—sebuah julukan yang merujuk pada postur tubuhnya yang tegap. Ia berasal dari keluarga aristokrat Athena dan tumbuh dalam situasi politik yang bergejolak, situasi yang kelak membentuk pandangannya tentang negara, keadilan, dan kehidupan sosial.
Sebagai murid utama Socrates, Plato sangat terpengaruh oleh metode dan pandangan gurunya. Ia merasakan secara langsung bagaimana Socrates dihukum mati, pengalaman yang memperkuat keyakinannya bahwa filsafat adalah jalan untuk memahami realitas sejati, menemukan kebenaran, serta menciptakan kehidupan dan masyarakat yang adil. Dari pengalaman tersebut Plato mengembangkan berbagai teori yang kemudian menjadi fondasi filsafat Barat—meliputi teori bentuk (Forms), teori jiwa, epistemologi, negara ideal, pendidikan, hingga teori cinta.
Filsafat menurut Plato adalah upaya mencapai kebijaksanaan melalui akal murni. Dunia dapat dipahami bukan hanya melalui pengalaman indrawi, tetapi terutama melalui pemikiran rasional. Melalui filsafat, manusia diarahkan untuk mengenal hakikat realitas, kebaikan, dan keadilan. Oleh karena itu, pemikiran Plato memiliki posisi penting dan terus relevan hingga masa kini dalam berbagai bidang, seperti etika, pendidikan, politik, dan psikologi.
Pembahasan
1. Teori Bentuk (Theory of Forms)
Plato membedakan dua tingkat realitas: dunia fisik dan dunia ide. Dunia fisik adalah dunia yang dapat ditangkap indra, namun bersifat berubah, tidak stabil, dan tidak sempurna. Sebaliknya, dunia ide adalah dunia yang abadi, sempurna, dan tidak berubah—tempat bersemayamnya konsep-konsep universal seperti kebaikan, keadilan, dan keindahan (Lele, Hayong & Mbukut, 2024).
Menurut Plato, objek di dunia fisik hanyalah bayangan dari bentuk idealnya. Kursi yang kita lihat hanyalah tiruan dari “kursi ideal” yang ada di dunia ide. Oleh karena itu, pengetahuan sejati hanya dapat dicapai melalui akal, bukan indra. Pemahaman terhadap dunia ide membutuhkan proses berpikir mendalam dan latihan filosofis.
2. Teori Jiwa (Tripartite Soul Theory)
Plato memandang jiwa manusia sebagai entitas abadi yang berasal dari dunia ide. Ia membagi jiwa menjadi tiga bagian:
- Rasional (logistikon) – bagian yang berfungsi untuk berpikir, menimbang, dan mencari kebenaran.
- Semangat (thumos) – berkaitan dengan keberanian, kehormatan, dan kemauan untuk bertindak benar.
- Nafsu (epithumia) – berkaitan dengan hasrat fisik seperti makan, minum, dan kesenangan.
Jiwa yang baik adalah jiwa yang seimbang, di mana bagian rasional mengendalikan dua bagian lainnya. Ketidakseimbangan jiwa akan memicu tindakan tidak adil dan tidak bijaksana (Pute, Pute & Palembangan, 2023).
3. Teori Negara Ideal (The Ideal State Theory)
Dalam Republik, Plato menggambarkan negara ideal yang terdiri dari tiga kelas yang selaras dengan struktur jiwa:
- Filsuf-pemimpin (rasional)
- Prajurit/penjaga (semangat)
- Produsen/pekerja (nafsu)
Negara yang adil adalah negara yang menempatkan individu sesuai kapasitas jiwa mereka. Para filsuf layak menjadi pemimpin karena mereka memiliki pengetahuan tentang kebaikan dan kebenaran (Alkhadafi, 2025). Pembagian tugas yang proporsional inilah yang menjamin keteraturan dan keadilan dalam masyarakat.
4. Teori Pengetahuan (Epistemologi)
Plato membedakan dua jenis pengetahuan:
- Doxa (opini) – berasal dari pengalaman indrawi; bersifat berubah dan tidak pasti.
- Episteme (pengetahuan sejati) – dicapai melalui akal dan berkaitan dengan dunia ide.
Menurut Plato, belajar bukanlah memperoleh pengetahuan baru, tetapi “mengingat kembali” pengetahuan yang sudah dimiliki jiwa sebelum lahir (Fiteriana, 2023). Konsep ini berpengaruh pada gagasan pendidikan modern yang tidak hanya menekankan penyampaian informasi, tetapi juga pengembangan berpikir kritis.
5. Teori Cinta (Eros)
Dalam Symposium, Plato menyatakan bahwa cinta adalah kekuatan yang mendorong manusia naik menuju keindahan dan kebaikan yang sempurna (Arhamar & Ismail, 2025).
Tahapan cinta digambarkan seperti “tangga”:
- Ketertarikan fisik
- Kekaguman pada jiwa
- Penghargaan terhadap kebaikan
- Kontemplasi terhadap keindahan ideal (Form of Beauty)
Dengan demikian, cinta bukan sekadar emosi, tetapi proses intelektual dan spiritual yang menyempurnakan manusia.
6. Teori Pendidikan (Theory of Education)
Pendidikan bagi Plato merupakan jalan menuju kebaikan tertinggi. Ia menekankan proses pendidikan yang bertahap, mulai dari pendidikan fisik, musik, matematika, hingga filsafat dan dialektika sebagai puncak pengetahuan (Enjang & Supandi, 2024).
Tujuan akhir pendidikan adalah membentuk individu yang berkarakter, bijaksana, dan mampu berkontribusi bagi negara. Pendidikan bukan hanya mengembangkan akal, tetapi juga moralitas.
7. Teori Keadilan (Theory of Justice)
Keadilan bagi Plato adalah harmoni, baik dalam diri maupun dalam masyarakat. Individu disebut adil ketika setiap bagian jiwanya menjalankan fungsi sesuai kodratnya. Demikian pula negara disebut adil jika setiap kelas sosial menjalankan tugasnya secara seimbang (Prasetyo & Sinambela, 2023).
Konsep keadilan Plato menjadi fondasi bagi teori-teori keadilan modern, termasuk etika politik dan hukum.
Relevansi Pemikiran Plato di Era Modern
Pemikiran Plato memiliki pengaruh besar dalam berbagai bidang:
1. Pendidikan
Metode dialogis Socrates dan sistem pendidikan berjenjang Plato menjadi inspirasi bagi pendidikan modern yang menekankan berpikir kritis, karakter, dan pembentukan kepribadian, bukan sekadar hafalan.
2. Politik dan Kepemimpinan
Gagasan tentang pemimpin yang bijaksana dan bermoral sangat relevan untuk konteks politik kontemporer yang menuntut integritas dan etika publik.
3. Etika dan Psikologi
Konsep keseimbangan jiwa dan kontrol diri menjadi dasar bagi kajian psikologi modern, termasuk teori motivasi dan pengelolaan emosi.
4. Filsafat dan Pemikiran Kritis
Teori bentuk, epistemologi, dan metafisika Plato menjadi dasar dari banyak teori filsafat kontemporer, termasuk idealisme, rasionalisme, dan etika normatif.
Pemikiran Plato tetap menjadi rujukan penting bagi upaya memahami manusia, masyarakat, dan realitas pada umumnya.
Kesimpulan
Plato memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan filsafat Barat melalui teori bentuk, teori jiwa, epistemologi, negara ideal, pendidikan, cinta, dan keadilan. Pemikirannya membangun kerangka berpikir yang menekankan akal, moralitas, dan tatanan sosial yang harmonis.
Pemikiran Plato tidak hanya memiliki nilai historis, tetapi juga relevan bagi dunia modern dalam bidang pendidikan, politik, psikologi, etika, dan kehidupan sosial. Melalui ajarannya, manusia diajak untuk mencapai pengetahuan sejati, membangun jiwa yang seimbang, dan mewujudkan masyarakat yang adil dan bijaksana.
Penulis: Ghinaa Athiyyah Rodatul Janah
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)







