Kota Tangerang, Semartara.News —Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang, Tihar Sopian (TS), memiliki peluang untuk terbebas dari tuduhan yang diajukan oleh Gakum KLH yang telah menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus TPA Rawa Kucing. Hal ini diungkapkan Dosen Hukum Pidana/Acara Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Undang Prasetya Umara.
Menurut Undang, yang juga menjabat sebagai Kepala Bagian Non Litigasi di LBH UMT, ada beberapa faktor yang memungkinkan TS dapat lolos dari status tersangkanya. Hal paling penting, menurutnya, adalah sejauh mana penyidik Gakumm KLH memiliki bukti yang kuat untuk menegaskan kesalahan TS.
Selain itu, Undang menekankan pentingnya bagi TS untuk menemukan cara sebagai upaya untuk membela diri dari tuduhan yang masih bersifat dugaan, meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kita perlu mempertimbangkan aspek pembuktian, di mana terdapat celah untuk pembelaan, karena ini terkait dengan Undang-Undang Administrasi. TS pasti akan menggunakan strategi dalam pembelaan administrasi. Jika TS memahami Undang-Undang Lingkungan Hidup dengan baik,” ungkapnya, Rabu, 18 Desember 2024.
Sebagai seorang ahli dalam hukum pidana, Undang berpendapat bahwa TS kemungkinan besar akan berfokus pada pendekatan pembelaan administrasi. “Karena jika ia memilih pendekatan pidana, maka celahnya sudah tidak ada lagi,” tambahnya.
Proses hukum tersebut, sambung Undang, akan semakin jelas dalam pengadilan untuk menentukan apakah TS bersalah atau tidak. Tentu saja, ini setelah Gakumm KLH menyelesaikan tindakan administratifnya.
“Sehingga, TS dapat dilakukan penahanan apabila terdapat keputusan dari pengadilan, dengan catatan Hakim menyatakan bahwa dia bersalah dan dijatuhi hukuman penjara,” imbuhnya.
Sebelumnya, telah diketahui bahwa TS telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran karena gagal melaksanakan kewajiban Sanksi Administratif Paksaan KLH terkait pengelolaan TPA Rawa Kucing. Ia diduga melanggar Pasal 114 UU Nomor 32 Tahun 2009 mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 1 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. (Kahfi/Red)