SEMARTARA, Serang (26/9) – Sejumlah aktivis mahasiswa dan serikat petani di Provinsi Banten yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Reforma Agraria Banten memperingati Hari Tani 2017 dengan menggelar aksi damai di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang, Selasa (26/9).
Dalam aksinya, mereka menilai pemerintah daerah belum menjalankan reforma agraria dan konflik agraria di Banten.
Aksi yang digagas aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Daerah Banten bersama Pergerakan Petani Banten (P2B), Serikat Petani Indonesia (SPI) Banten, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Banten, Federasi Serikat Buruh Karya Utama-Konfederasi Serikat Nasional (FSBKU-KSN), Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) Banten,m, LBH Rakyat Banten, Damar Leuit, BEM Banten, Saung Tani Institut, PRP Tangerang Raya, Solidaritas Pemuda Desa untuk Demokrasi (SPDD), Maping, dan Jarum meminta Gubernur Banten serius menyelesaikan konflik agraria yang merugikan kaum tani.
Ketua Korda GMNI Banten David Solahudin menuturkan, setidaknya ada enam hal yang dituntut mahasiswa dan petani. Keenamnya yaitu, laksanakan reforma agraria di Banten, selesaikan konflik agraria di Banten, stop kriminilasisasi petani dan pejuang agraria Banten, stop perpanjangan HGU dan tinjau kembali HGU yang ada di Banten, lindungi lahan pertanian di Banten, dan berikan perlindungan dan pengakuan bagi semua organisasi tani di Banten.
David menjelaskan, reforma agraria adalah penataan ulang struktur kepemilikan, penguasaan, pemanfaatan sumber-sumber agraria khususnya tanah untuk kepentingan petani, buruh tani, dsn orang yang tak bertanah.
Reforma agraria semakin diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
“Pemerintahan Jokowi-JK saat ini menempatkan reforma agraria sebagai prioritas. Dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019, pemerintah berjanji akan menjalankan reforma agraria seluas 9 juta hektar dengan rincian 4,5 juta hektar untuk legalisasi aset, dan 4,5 juta lainnya untuk retribusi,” kata David dalam orasinya.
“Tapi hampir tiga tahun pemerintah berjalan, reforma agraria belum berjalan secara sungguh-sungguh. Hal ini dibuktikan dengan konflik-konflik agraria yang masih terjadi di berbagai daerah termasuk di Banten,” sambung David.
Dari konflik agraria yang masih berlangsung, mengakibatkan ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah di Banten semakin meluas dan meruncing.
Merujuk pada data Bada Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten pada tahun 2013, penyusutuan luas lahan pertanian di Banten lima tahun terakhir cukup mengkhawatirkan yakni sebesar 0,14 persen pertahun atau sekitar 273 hektar se tahun atau lima hektar per minggu.
“Penyusutan lahan pertanian diakibatkan oleh alihfungsi lahan dari pertanian menjadi industri atau bidang lain. Semestinya Pemprov Banten menjalankan Perda Nomor 5/2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan,” tegas David.
Salah satu petani, Sarnan, warga Desa Lamaran, Kecamatan Binuang, Kabupaten Serang, mengungkapkan selama ini masyarakat menggantungkan nasibnya kepada lahan pertanian. Lahan yang dikelola petani masih bermasalah.
“Dulu, tanah kami dirampas sama Belanda, terus Jepang, terus Auri (tentara), tanah tidak dibalikin lagi, kami cuma punya hak pakai. Kalau Auri mau ambil harus kami serahin, namanya juga tentara kami nurut aja,” kata Sarnan.
Tanah seluas tiga hektar lebih tersebut merupakan lahan pertanian keluarga secara turun menurun. Dulu, tanah tersebut milik keluarganya. Status kepemilikan berganti setelah adanya perampasan seperti yang dijelaskan sebelumnya.
“Kita mau bangun rumah gak bisa, cuma bisa buat tani aja,” lirihnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah langsung menyikapi unjuk rasa tersebut. Persoalan agraria menurutnya bukan hanya sebatas di Banten, tapi juga di seluruh Indonesia. Karena itu Presiden Jokowi dengan menugaskan Kementerian Agraria untuk membenahi seluruh lahan.
“Artinya itu menjadi upaya mengembalikan hak kedaulatan pertanian kepada masyarakat, tapi kan tidak semudah membalikan telapak tangan, perlu kesabaran,” kata Asep.
Politisi PDI Perjuangan ini pun mengapresiasi aksi damai mahasiswa dan petani. Menurutnya sangat wajar untuk mengingatkan pemerintah.
“Tapi kalau soal lahan pertanian yang tidak produktif memang tidak bisa dipaksakan menjadi lahan pertanian, ketika itu dialihfungsikan bukan berarti itu penyusutan,” ungkapnya. (Soe)
Baca juga:
- Banten Ambil Bagian dalam Kejurnas Softball Junior di Makasar
- Puluhan Kosmetik dan Ratusan Obat Terlarang Diamankan dalam Operasi Gabungan
- Ground Breaking Tol Serang Panimbang Jadi Kado HUT Provinsi Banten