Kritik PP Nomor 57 Tahun 2021, Pengasuh Karang Tumaritis : Jangan Sepelekan Pancasila!

PP Nomor 57
ST Ananta Wahana, Pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis memberikan sambutan saat peresmian Padepokan tersebut, Sabtu (10-4-2021). (Foto - Semartara News)

Jakarta, Semartara.NewsPeraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021, yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkum HAM), yang mana aturan tersebut menggantikan PP Nomor 18 Tahun 2005, serta PP Nomer 13 Tahun 2015, karena dianggap sudah tidak lagi bisa memenuhi tuntutan zaman di era persaingan global, terlebih di masa Pandemi COVID-19 menuai banyak kritik dari berbagai pihak.

Bukan tanpa alasan, kritikan tersebut, karena Pancasila oleh aturan itu dihapus dari penyelenggara pendidikan dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi. Kepala Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Agus Wahyudi, bahkan mendesak agar PP di atas dibatalkan. Sekurang-kurangnya, jika aturan itu tidak dibatalkan, paling tidak harus dilakukan revisi dan juga uji materi. Tak tanggung-tanggu, jika tidak dihapus, pihaknya mengajak semua elemen untuk menggugat aturan itu ke Mahkamah Agung.

Untuk diketahui saja, pada dasarnya, dalam PP Nomor 57 tahun 2021 itu tidak bersifat anti Pancasila. Hanya saja, di dalam PP itu tidak ada kata Pancasila yang disebut dalam setiap pasal. Bahkan, kata Pancasila di aturan itu juga absen secara keseluruhan. Padahal, PP ini mengatur tentang pendidikan nasional. Bisa dilihat di Pasal 5, yang mana dalam pasal itu hanya menyebut, bahwa standar kompetensi dan tingkat pendidikan harus mencakup nilai Agama dan Moral, Fisik Motorik, Kognitif, Bahasa, Sosial Emosional.

Pun juga dalam yang ada di Pasal 40, yang mana hanya disebutkan, bahwa kurikulum nasional harus memperhatikan azas peningkatan iman dan takwa, serta peningkatan akhlak mulia. Tak ada kata Pancasila di dalam dua pasal yang dicontohkan di atas.

ST Ananta Wahana, pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis, memberikan pandangan, bahwa, terbitnya PP tentang Standar Pendidikan Nasional itu menjadi kejutan. Bahkan bisa dibilang, menurutnya, aturan itu merupakan sergapan di masa pandemi. Baginya, PP yang keluar pada 31 Maret 2021 kemarin ini, keluar secara mendadak dan kurang disosialisasikan. Sehingga, hal itu menjadi patut dipertanyakan.

Presidium GMNI tahun 1989 ini, juga menjelaskan, bahwa Pancasila merupakan Ideologi, atau dasar negara yang juga sekaligus cara pandang dunia yang khas Indonesia. Oleh karena itu, mau tidak mau, mutlak baginya Pancasila dimasukkan ke dalam kurikulum Pendidikan yang ada di Indonesia, mulai dari tingkat paling dasar, hingga paling tinggi sekalipun.

Sebab, Kata Ananta, dengan adanya Pancasila dalam Kurikulum pendidikan nasional, merupakan cara negara untuk menciptakan anak-anak kader bangsa yang tuna ideologi, atau bisa dibilang buta terhadap ideologi sendiri. “Ini sangat mengkawatirkan. Karena dengan menjadi buta ideologi, generasi penerus Indonesia akan kehilangan ikatan ideologis, ikatan emosional, serta kultural dengan bangsa negaranya sendiri,” tutur Ananta, dalam keterangan resminya, Jumat (16/4/2021).

Senada dengan Dr Agus Wahyudi, Ananta meminta agar PP 57 Tahun 2021 itu dicabut, atau jika tidak, harus direvisi secara mendasar. Perubahan yang dimaksu oleh Ananta, adalah dengan menyertakan Pancasila secara formal maupun eksplisit ke dalam kurikulum tersebut. Dan pembelajaran tentang Pancasila, tuturnya, bisa dilakukan dengan berbagai cara. “Kalau tingkat dasar, cukup pengenalan saja. Bisa dilakukan dengan cara-cara sederhana. Sementara, semakin tinggi tingkatan pendidikannya, maka Pancasila bisa disampaikan dengan lebih lengkap dan terstruktur,” ujarnya.

Ananta juga mengingatkan, bahwa pemerintah jangan sampai menyepelekan pentingnya keberadaan dan peran Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegera. Sebab, sebagai dasar negara, Pancasila merupakan kaidah dasar pelaksanaan dan pengaturan tatanan Republik Indonesia.

Tinggalkan Balasan