Bali, Semartara.News — Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo (SYL) secara resmi membuka kegiatan Global Forum sebagai awal dari rangkaian kegiatan Agriculture Ministers Meeting (AMM) G20 Indonesia, di Hotel Intercontinental Jimbaran, Bali, akhir bulan lalu.
Mengangkat tema “Transformasi Pertanian Digital dalam Percepatan Kewirausahaan Perempuan dan Pemuda”, Menteri SYL mengajak dunia mengimplementasikan teknologi digital dalam sektor pertanian.
Saat membuka Pertemuan Agriculture Ministers Meeting (AMM), Menteri SYL menegaskan bahwa persoalan pangan adalah persoalan human rights.
“Kehadiran seluruh delegasi di sini menunjukkan komitmen kita semua untuk mengatasi ancaman krisis pangan global dan memberi dukungan penuh kepada Presidensi G20 Indonesia,” ungkap Menteri SYL.
Pangan adalah kebutuhan dasar bagi keberlanjutan hidup manusia, yang jika tidak tersedia dapat menciptakan kondisi yang mengancam kehidupan.
Oleh karenanya, hak atas pangan yang layak adalah hak asasi manusia.
Hak atas pangan ditegaskan dalam ICESCR Pasal 11 Ayat (1) bahwa “Negara-negara peserta kovenan mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan layak bagi dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian dan perumahan layak, serta perbaikan kondisi hidup terus-menerus. Negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin terwujudnya hak ini, dan mengakui pentingnya kerja sama internasional sukarela untuk mencapai tujuan ini.”
Hak atas pangan juga dinyatakan di dalam UUD 1945 Pasal 28H tentang hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir batin.
Hak serupa juga disebutkan di dalam Undang-Undang Pangan 18/2012, dan karena Indonesia juga merupakan peserta ICESCR, maka hal tersebut disebutkan pula pada UU 11/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Ekosob.
Hak atas pangan mencakup tiga pilar utama, yaitu ketersediaan, akses, dan kelayakan.
Itulah sebabnya, untuk menjamin hak setiap orang atas pangan, ketiga pilar tersebut harus dijadikan dasar pelaksanaan upaya nasional untuk pemenuhan hak atas pangan.