Jakarta, Semartara.News – Anggota Komisi VI DPR RI, Ananta Wahana meminta pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan, untuk memperhatikan wilayah perbatasan Indonesia. Permintaan tersebut disampaikan pada saat Rapat Kerja (Raker) antara Komisi VI dengan Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto.
Untuk diketahui, Raker ini, Pemerintah meminta persetujuan Komisi VI DPR RI untuk mengesahkan, dan meratifikasi kesepakatan dagang antara Indonesia dengan beberapa Negara sahabat. Persetujuan Komisi VI ini penting untuk pemerintah, sebab, dengan itu ekspor-impor perdagangan Indonesia bisa segera dilakukan.
Kesepakatan dagang yang hendak disahkan ini adalah, Persetujuan Perdagangan Indonesia – Mozambique (Indonesia–Mozambique Preferential Trade Agreement/IM-PTA), dan ASEAN–Japan Comprehensive Economic Partnership (AJ-CEP).
Sebagai informasi, Indonesia diuntungkan dalam kedua kesepakatan perdagangan internasional tersebut. Khusus dengan Mozambique, transaksi ini bisa memperbesar ekspor Indonesia ke Mozambique yang sudah surplus. Selain itu diatur juga, mengenai potongan dan pembebasan tarif masuk bagi produk-produk Indonesia.
Politisi PDI Perjuangan ini menuturkan, bahwa kerja sama bilateral di abad ke 21 ini merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, jika Indonesia ingin menjadi raksasa ekonomi dunia, maka perlu adanya ekspansi pasar ke benua Afrika. Ia menekankan, Mozambuque bisa menjadi pintu gerbang Indonesia, untuk masuk lebih luas di Afrika.
Anggota DPR RI dari Dapil Banten III ini, bercerita kunjungannya ke perbatasan Entikong, Kalimantan Barat (Kalbar) beberapa hari yang lalu. Ia menjelaskan, bahwa daerah tersebut tidak terawat dan marak perdagangan Ilegal. Masyarakat di sana, jelas Ananta, sempat memiliki semangat baru dengan dibangunnya beberapa Infrastruktur, seperti pasar dan juga jalan.
Sayangnya, semangat itu kembali pudar, karena daerah perbatasan Entikong yang sempat dibangun oleh pemerintah Indonesia, hanya dijadikan tempat foto oleh warga Malaysia. “Warga Entikong sendiri merasa, justru tidak lagi diperhatikan atau ditinggalkan oleh pemerintah. Sebagai contoh, perdagangan rakyat di sana sepenuhnya hidup dari sisi Malaysia, justru bukan dari pemerintah Indonesia,” tutur Ananta.
Ananta menjelaskan, bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok antara warga Entikong, dengan warga Malaysia. Ia bahkan mengingatkan, secara sosial-politik, warga Entikong bisa jatuh pada tindakan saparatisme.
“Sebabnya tidak lain karena merasa ditinggalkan oleh Indonesia. Maka, warga di sana meminta Menteri Perdagangan, untuk bisa datang langsung melihat keadaan riil di Entikong. Apalagi, daerah-daerah perbatasan ini juga, perlu ikut dihitung sebagai posisi strategis dalam perjanjian kemitraan dagang internasional,” jelasnya.
Presiden saja, tegas Ananta, sudah turun dan meresmikan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Entikong. Kunjungan itu semata-mata, untuk memastikan kehadiran negara di wilayah perbatasan. “Kita harus perhatikan, bahwa urusan kedaulatan politik harus berjalan bersama dengan kedaulatan ekonomi. Negara harus hadir membawa kesejahteraan di wilayah perbatasan, termasuk di perbatasan Kalimantan Barat,” tutup Ananta.
Sementara itu, Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, berterimakasih pada masukan yang disampaikan oleh Ananta Wahana. Ia menyampaikan, bahwa optimalisasi dan pemberdayaan perdagangan rakyat di daerah perbatasan, sedang akan dikerjakan sebagai prioritas oleh pemerintah. Mendag mengaku, bahwa ia akan segera menindaklanjuti masukan dari Komisi VI tersebut.