Kemampuan Beli Rumah Dari Kaum Milenial Masih Terbatas

Kemampuan Beli Rumah

Jakarta, Semartara.News – Kemampuan beli rumah dari kaum milenial ternyata hingga saat ini masih cukup terbatas, sebagaimana hasil riset dari Indonesia Property Watch atau IPW yang menyebut kalau milenial yang banyak disasar sebagai segmen properti terbesar nyatanya memiliki kemampuan untuk membeli rumah sangat terbatas.

Dimana,  kemampuan beli rumah kaum milenial pada umumnya karena dibantu orang tua, double income dengan pasangan, atau mengandalkan warisan.

Seperti diketahui kalau generasi milenial telah menjadi populasi terbesar di Indonesia dan ini merupakan pasar yang besar untuk berbagai industri termasuk sektor perumahan. Kelompok usia produktif pada kisaran 27-39 tahun saat ini yang paling dominan menjadi kalangan yang spending uangnya cukup tinggi termasuk kalangan yang paling banyak membutuhkan hunian.

Beradasarkan riset Indonesia Property Watch (IPW), segmen ini khususnya yang mayoritasnya bekerja di perkotaan memiliki penghasilan berkisar Rp8,5 juta per bulan. Bahkan bila dirata-rata penghasilannya diperkirakan Rp6 juta-Rp7 juta per bulan, relatif kecil untuk menjadi konsumen yang mampu membeli rumah secara mandiri.

Menurut CEO IPW Ali Tranghanda, faktanya hanya segmen yang memiliki penghasilan di range ini yang menjadi mayoritas konsumen properti. Karena itu tidak semua milenial bisa membeli rumah dengan uangnya sendiri dan harus ditopang dengan sumber finansial lainnya.

“Hanya sekitar 40,95 persen milenial yang bisa membeli properti dengan uangnya sendiri. Sisa 39,05 persen bisa membeli tapi harus dibantu oleh orang tua untuk uang muka maupun sebagian dari cicilannya. Ada juga orang tua yang membelikan properti untuk anaknya dengan porsi 12,38 persen dan selebihnya milenial tidak membeli properti karena memiliki warisan rumah dari orang tuanya,” jelasnya.

Untuk harga produk properti yang dibeli khususnya untuk penghasilan dengan range seperti ini, kisarannya di harga Rp500 juta hingga Rp1 miliaran dengan porsi 37,8 persen. Kemudian segmen harga Rp300 juta-Rp500 jutaan porsinya 28,61 persen, harga di atas Rp1 miliar porsinya 22,98 persen, dan porsi terkecil untuk harga properti di bawah Rp300 juta.

Tentu menjadi pertanyaan, bagaimana penghasilan Rp8 jutaan bisa membeli produk properti seharga Rp500 juta bahkan Rp1 miliar? Dengan penghasilan Rp8 jutaan itu segmen ini hanya bisa mencicil sepertiga dari penghasilannya atau berkisar Rp2,5 juta-Rp3 juta per bulan. Cicilan sebesar ini bisa untuk membeli properti seharga Rp300 juta-Rp400 juta.

Hal ini terjawab dengan profil status perkawainan yang mencapai 38,79 persen merupakan pasangan muda dengan satu anak sementara pasangan muda yang belum memiliki anak porsinya mencapai 30,17 persen. Ini artinya mayoritas milenial yang membeli rumah setelah mereka menikah sehingga bisa menggabungkan penghasilan berdua sebagai pasangan (double income).

“Jadi seperti ini profil milenial yang potensial untuk membeli rumah, secara segmen harga mayoritasnya masih ada gap yang cukup jauh dibandingkan dengan kemampuan membeli maupun mencicil sehingga harus double income. Ke depan akan berkembang juga segmen dari generasi Z yang juga membutuhkan perumahan,” imbuh Ali.

Tinggalkan Balasan