Kabupaten Tangerang, Semartara.News – Tepat pada hari Sabtu tanggal 10 April 2021, sejak pagi hari orang mulai berdatangan ke Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten. Di Sabtu Legi itu, warga datang ke tempat yang kemudian diresmikan dan diberi nama Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis.
Entah apa yang mendasari sang Pengasuh Padepokan itu, yakni ST Ananta Wahana, mengapa ia memilih Sabtu Legi atau Sabtu manis untuk meresmikan tempat yang menjadi berkumpulnya para pendekar-pendekar di Tanah Banten. Namun, dalam hitungan Jawa, Sabtu legi mempunyai nilai Neptu 9, padahal pasaran Neptu legi hanya di angka 5. Biasanya, orang yang terlahir di hari itu mempunyai watak sifat pengayom yang baik, pandai bergaul, berjiwa besar, serta dihormati.
Dari perhitungan itu, sepertinya cocok dengan terlahirnya kembali Padepokan Karang Tumaritis tersebut. Bagaimana tidak, dari sifat-sifat di atas, tak sedikitpun yang dikurangi pada sifat dari Padepokan Kebangsaan itu. Padepokan itu menurut sang Pengasuh, Ananta Wahana, menjadi titik bertemunya lintas generasi, kaum muda lintas aliran politik, Agama dan Budaya. Tak berhenti disitu, tempat tersebut juga menjadi rumah singgah bagi para imigran dari negara Syria, Irak, Afghanistan, dan juga dari Vietnam, yang kesemuanya itu sedang menunggu suaka baru.
Di tempat yang terhampar di tanah seluas 3000 meter persegi itu, selain menjadi belajar juga tempat untuk menempa diri dengan pelatihan kepemimpinan, kelas filsafat, seminar, hingga beberapa komunitas seni budaya mengeskpresikan diri, termasuk belajar menjadi wirausaha IKM dan UMKM. “Kami menyulap lahan yang terhampar di tanah seluas 3000 meter persegi ini, menjadi tempat yang nyaman bagi masyarakat untuk belajar, berdiskusi, atau bahkan untuk sekadar berkumpul saja,” kata Ananta Wahana saat peresmian.
Untuk menggambarkan watak Sabtu Legi, tidak cukup berhenti di situ saja. Saat itu, pendekar-pendekar politik tanah air turun langsung untuk menghadiri peresmian padepokan tersebut. Sebut saja, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang meresmikan sekaligus menandatangani monumen patung sang Proklamator kemerdekaan RI, Ir Soekarno.
Selain hasto, tokoh sekaliber Aria Bima, yang merupakan Ketua BKN DPP PDI Perjuangan dan juga pendekar Komisi VI, Zuhairi Misrawi, Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi dan juga Intelektual Muda Muslim, Enny Sri Hartati, Ekonom Senior Indef, dan juga Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Politisi PDI Perjuangan yang sedang naik daun, pun ikut andil dalam peresmian Padepokan Karang Tumaritis itu. Mereka semua mengisi Symposium Nasional yang menjadi salah satu agenda acara tempat tersebut. Tokoh-tokoh ini dimoderatori oleh Sekjen DPP GMNI Periode 2017 – 2019, yang juga politisi muda potensial PDI Perjuangan, Clance Teddy.
“Dengan diresmikannya padepokan yang baru saja mengalami peremajaan, bertekad untuk memfokuskan diri mencetak kader-kader nasionalis dan pancasilais yang unggul, khususnya di tengah pandemi yang menghimpit ini,” tutur Ananta menyampaikan harapannya.
Ia bercerita, Selama kurun waktu sepuluh tahun berdiri, Padepokan Kabangsaan Karang Tumaritis menjadi tempat bagi organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa untuk berkegiatan, seperti HMI, GMNI, PMII, serta organisasi yang lainnya. Sejak berdiri selama lebih dari 10 tahun, Padepokan Kabangsaan Karang Tumaritis telah disambangi oleh banyak tokoh utama politik nasional. Sebut saja misalnya, Akbar Tandjung, (Alm) Bondan Gunawan, Jenderal TNI (Purn) Ryamizad Ryacudu, Antasari Azhar, hingga Ir Joko Widodo yang tak lain saat ini menjadi orang nomer satu di Republik Indonesia.
Kedatangan para tokoh dan para ksatria ini, imbuh Ananta, menjadikan Padepokan Kabangsaan Karang Tumaritis mirip seperti kampung tempat tinggalnya tokoh perwayangan, yaitu Semar Bodronoyo. “Semar itu merupakan merupakan tokoh penggambaran rakyat wong cilik yang sederhana, namun disegani oleh para dewata dan ksatria. Bahkan dihadapan semar, Batara Kala yang menguasai dunia. Bahkan setan pun tunduk padanya, dan tobat menjadi dewata guru,” ungkap Ananta.
“Itu pulalah yang menjadi alasan, mengapa Padepokan ini diberi nama Karang Tumaritis. Yaitu, seperti kampungya Semar yang didatangni oleh para ksatria dan menjadi tempat persemaian kader-kader unggul,” sambungnya lagi.
Sementara itu, Sekjen PDI Perjuangan, Ir Hasto Kristiyanto dalam sambutannya menuturkan, penamaan Karang Tumaritis pada padepokan tersebut, mengingatkan pada masa kecilnya yang suka menonton ketoprak. Di mana, kata dia, dalam ketoprak ada sosok Mahesa Jenar yang menggemblem kemampuan ilmu sosro birowo-nya di dalam Padepokan Karang Tumaritis. Dan begitu datang ini, dirinya sudah merasakan suasana yang menggelorakan kebudayaan indonesia.
“Bung karno mengatakan Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan. Dan disitulah padepokan ini, semua suku dan agama, semua umat manusia Indonesia bisa bersatu dalam semangat yang sama, bergelora dengan tegap yang sama, yaitu untuk Indonesia raya kita,” tutur Hasto dengan nada berapi-api.
Dalam sambutannya itu, Hasto berterimakasih kepada Ananta Wahana selaku pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis. “Terimakasih kepada bung ananta yang sudah mengundang saya datang ke tempat ini,” tutur Hasto.
Partisipasi masyarakat yang datang dari berbagai klas sosial, menjadi penyempurna tersendiri atas penamaan padepokan ini. Partisipasi perusahaan-perusahaan BUMN, seperti Bank Negara Indonesia 1946 (BNI 46) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang membagikan ratusan paket sembako, atau perusahaan lain, yakni, OJK, Askrindo, Aero Wisata, dan BJB, membuktikan keistimewaan karakter Karang Tumaritis yang terlahir di Sabtu legi.