Hal menarik yang disampaikan Listyo Sigit Prabowo tentang anggota polisi wajib belajar kitab kuning, menjadi semacam jaminan bahwa Umat Islam tak perlu khawatir padanya.
Listyo seakan ingin menunjukkan kepada publik yang mayoritas Muslim bahwa ia tidak akan menjadikan Polri sebagai lembaga dakwah agama Katolik. Sebaliknya ia justru ingin menunjukkan pluralisme-nya sebagai pemimpin.
Kitab kuning sebagai kitab klasik karya ulama-ulama terdahulu banyak menjadi salah satu elemen yang diajarkan di pesantren-pesantren NU seluruh Tanah Air sehingga dianggap Listyo bisa menjadi inspirasi yang sangat baik untuk dipelajari oleh anggota polisi.
Hal menarik lainnya yang ingin dia buktikan bahwa ia adalah sosok yang toleran yakni saat di tim-nya ada dua polisi wanita yang mengenakan jilbab dan tidak dianggap sebagai persoalan penting.
Bahkan hal itu menuai pujian khusus dari anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Achmad Dimyati Natakusumah yang menilai Listyo sebagai sosok yang cerdas sehingga membuat banyak orang terpesona.
Listyo semakin menarik perhatian saat ia menyatakan tekadnya untuk mengutamakan moderasi beragama dalam upaya mencegah berkembangnya paham radikalisme.
Menurut dia, salah satu cara memerangi radikalisme ialah dengan menggandeng sejumlah tokoh agama, organisasi masyarakat (ormas), tokoh masyarakat, hingga komunitas sipil.
“Jadi perlu kolaborasi dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, ormas-ormas berbasis agama, dan para pemangku kepentingan lainnya termasuk melibatkan para ahli dan ‘civil society’,” ujarnya.
Penetapannya sebagai Kapolri memang diharapkan banyak pihak membawa warna baru di internal Polri agar lebih plural. Sekaligus menjadikan institusi penegak hukum tersebut terhindar dari stigma politik identitas yang layaknya ditradisikan.
Sebagaimana harapan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan yang mengatakan bahwa Listyo Sigit Prabowo akan bisa membawa warna baru di tubuh Polri jika disetujui DPR RI sebagai Kapolri.
Selain juga, Listyo Sigit yang berpeluang untuk mengembang jabatan Kapolri dalam waktu yang cukup panjang yakni sekitar 7 tahun atau hingga Juni 2027.
Meski ia akan menghadapi berbagai kendala yang tak mudah termasuk isu dan praktik “cybercrime” yang kian rumit dan kompleks. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)akan menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) besar bagi Listyo.
Ia memang dituntut untuk sangat memperhatikan upaya peningkatan kualitas SDM di internal Polri, salah satunya menyangkut pemahaman personel Polri terhadap hukum dan penguasaan teknologi agar semakin mumpuni.
Terlebih saat ini merupakan era disrupsi digital yang benar-benar perlu perhatian lebih. Di masa ini para pelaku kejahatan telah mengubah modus kejahatan sedemikian canggihnya.
Maka semua pada akhirnya menambatkan harapan pada Listyo tentang perubahan besar agar Polri semakin baik, canggih, jauh dari citra politik identitas, plural, egaliter, dan humanis.