Jurnalis Widi Hatmoko Ikut Nyaleg di Pemilu 2019

Widi Hatmoko, Jurnalis Tangerang.

SEMARTARA, Tangerang – Jurnalis sekaligus seniman Widi Hatmoko ikut andil dalam bursa calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2019. Dengan kendaraan partai politik PDI Perjuangan, Widi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Derah Pemilihan (Dapil) V Kabupaten Tangerang, yang meliputi 3 kecamatan; yaitu Kecamatan Cikupa, Curug, dan Panongan.

Widi, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengrajin Tangerang (APTA), dan ternyata juga sebagai Koordinator III Bidang Kampanye dan Infokom pada BP Pemilu PDI Perjuangan Provinsi Banten ini, mengaku, sudah mengikuti beberapa tahapan sebagai bakal calon (balon) legislatif.

“Sampai saat ini, sudah sampai tahapan mengikuti psikotes di internal partai. Saya berharap, semua berjalan dengan baik dan lancar,” ujar penulis kumpulan cerpen “Perempuan Nocturnal”, Minggu (3/6).

Ia juga mengungkapkan, niatnya untuk maju dalam pencalonannya sebagai wakil rakyat itu, dilatar belakangi oleh pengalamannya sebagai Jurnalis, yang selama melakukan tugas peliputan di lapangan banyak menemukan persoalan-persoalan di masyarakat yang tidak sampai kepada pemerintah. Dari situlah, ia ingin ambil bagian, menjadi penyambung aspirasi rakyat, dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.

Seperti pendidikan, misalnya; menurut Widi, masih banyak persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat, terutama persoalan pemerataan pendidikan. Dalam hal ini, banyak sekolah yang tebang pilih, dan tidak memahami tentang orientasi pendidikan, terutama pada saat penerimaan siswa baru dan menjelang kelulusan.

“Termasuk dalam membentuk karakter siswa sebagai generasi penerus bangsa. Dalam hal ini, penyelanggara pendidikan seolah-olah abai. Ini butuh edukasi dan interfensi, agar bisa benar-benar menghasilkan produk pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu menciptakan generasi yang cerdas, terampil, dan berwawasan budaya serta religius,” paparnya.

Selain itu, penyelenggara pendidikan juga tidak menggali secara maksimal, hal-hal lain yang menunjang terbentuknya karakter generasi yang cerdas dan berwawasan budaya. Seperti halnya taman bacaan, atau tempat edukasi lain yang lebih menginspirasi.

“Ini juga harus diberi masukan, jangan melulu sebentar-sebentar tour. Kreativitas itu perlu, karena ini juga membangun jiwa kegotong-royongan siswa. Contohnya pentas seni, ini kan positif. Jangan kalau perpisahan malah jalan-jalan keluar kota, ini kan malah mendidik anak untuk boros dan bersenang-senang saja,” katanya.

Dalam hal kesehatan. Widi mengaku, banyak menemukan persoalan-persoalan seperti warga tidak mampu yang kesulitan mendapatkan  fasilitas kesehatan. Bahkan, kata Widi, ia pernah mengangkat persoalan gizi buruk yang dialami oleh warga, dan persoalan tersebut dikonfirmasi serta disampikan ke wakil rakyat, bahkan di dinas terkait, namun hingga berbulan-bulan persoalan tersebut “mangkrak” tidak ada solusi.

“Ini juga salah satu yang memotivasi saya, ingin mengambdi kepada masyarakat, sebagai penyambung aspirasi dalam menyelesaiakan persoalan-persoalan di masyarakat,” katanya.

Persoalan lain yang hingga saat ini perlu mendapatkan perhatian adalah masalah kesejahteraan. Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang belum bisa secara maksimal menggali potensi yang dimiliki oleh daerahnya, untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Banyak regulasi yang memihak kepada rakyat, terutama dalam membangun ekonomi kreatif di bidang UKM, tidak digali; pemerintah hanya fokus pada sisi bagaimana bisa mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) saja, tetapi tidak diimbangi dengan bagaimana potensi ekonomi kreatif ini bisa digali secara maksimal; sehingga dua sisi ini, yaitu PAD dan ekonomi kreatif masyarakat tidak berkembang secara beriringan.

“Sebagai contoh, pemerintah daerah memberikan izin kepada pengembang untuk membangun mall, swalayan, minimarket dan lain sebagainya, di sisi lain, aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dalam memberikan kesempatan kepada masyarakat membangun ekonomi kreatif di UKM, implementasinya belum terlihat. Dan ini yang harus dikawal. Karena, jika dijalankan, dampaknya tidak sekadar menekan angka pengangguran, tapi akan memotivasi masyarakat untuk lebih mandiri dalam ekonomi, yang berkeadilan,” paparnya.

Menghadapi pragmatisme yang terjadi di masyarakat, serta iklim politik yang juga cenderung condong pada fenomena tersebut, menurut Widi, hal yang paling penting adalah memberikan pendidikan politik yang baik, dan santun di masyarakat. Artinya, sebagai calon legislatif harus mempunyai prinsip dan mampu mengedukasi masyarakat ke dalam hal-hal yang positif.

“Kita harus bisa mengedukasi masyarakat, dan membuat mereka berfikir semakin cerdas. Tugas pokok legislatif itu; membentuk Peraturan Daerah bersama-sama Bupati; membahas dan memberikan persetujuan rancangan Peraturan Daerah mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang diajukan oleh Bupati; dan Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan APBD;ini masyarakat juga harus tahu,” tandasnya.

Dan. kewajiban anggota legislatif di DPRD, kata Widi, menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya; dan memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat.

“Jadi kalau ada anggota dewan membangun jalan, bagi-bagi duit dan lain sebagainya, itu ya salah; karena pembangunan  infrastruktur semacam itu tugas pemerintah daerah atau ekskutif. Kalau ada anggota dewan ngecor jalan atau mbangun infrastruktur semacam ini, itu perlu dipertanyakan, uangnya dari mana? Dan, ini juga masyarakat harus tahu, jangan sampai gagal paham,” pungkasnya. (Tim Redaksi)

Tinggalkan Balasan