Baju bekas itu, lanjutnya, sebelum diproduksi dipilah terlebih dahulu mana yang masih layak, kemudian di laundry dan dirancang untuk menjadi busana yang baru dengan teknik Boro Shasiko atau tradisional Jepang dengan menambal pakaian tersebut menggunakan kain yang lain.
Sedangkan sisanya atau kain yang tidak layak, kata dia, dicacah menjadi bahan baku lain, seperti keset dan isi boneka.
Dengan sistem seperti itu, sambung Evi, tentu sudah memberikan alternatif lain di dunia fashion. Karena dengan perkembangan fashion yang cukup pesat menghasilkan banyaknya limbah.
Senada dengan Afif Musthapa, desainer Control New yang menyatakan sudah lama menggunakan konsep sustainable fashion, dengan menggunakan limbah kain sebagai bahan utama dalam memproduksi produknya.
Produk Control New didominasi oleh denim dengan berbagai macam oz dan warna, serta menggunakan beberapa jenis kain lain seperti katun, linen, dan sebagainya.
“Saya yakin dengan lambat launya masyarakat yang menggunakan limbah kain pada produk fashionnya tentu dapat menekan bertambahnya limbah tersebut di Indonesia. (Tri)