SEMARTARA, Banten – Acara peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke-73, menjadi momentum dalam menggelorakan harkat dan martabat sebagai bangsa pejuang. Hal itu diungkapkan Ananta Wahana, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Banten, dalam sambutannya sebagai inspektur upacara.
Bertempat di Sekretariat DPD PDI Perjuangan Provinsi Banten, kegiatan tersebut diikuti seluruh DPC kabupaten/kota se-Provinsi Banten. Hadir juga dalam kegiatan para Caleg DPRD Provinsi Banten beserta fungsionaris di lingkup setempat. Adapun kegiatan dimeriahkan dengan beragam lomba yang bersifat hiburan rakyat.
Pada kesempatan itu, Ananta Wahana diamanahkan sebagai inspektur upacara untuk membaca pesan yang disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hastyo Kristianto. Diucapkan dia, Indonesia lahir sebagai bangsa pejuang, bangsa pelopor, bangsa yang memiliki harga diri dan kebanggaan sebagai bangsa.
“Untuk itulah, di hari kemerdekaan ini kita rayakan dengan penuh khidmat, penuh dengan semangat nasionalisme yang berkobar-kobar,” kata Ananta, Jumat (17/8).
Pada hari ini, lanjut Ananta, seluruh rakyat Indonesia diingatkan dari apa yang disampaikan Bung Karno sebelum membacakan teks Proklamasi 17 Agustus 1945. Ketika itu Bung Karno mengatakan “bahwa kini tiba saatnya bagi kita untuk berani meletakkan nasib bangsa, di tangan kita sendiri. Sebab, hanya bangsa yang berani meletakkan nasibnya di tangan kita sendiri, akan berdiri dengan kuatnya”.
“Inilah semangat bangsa pejuang, bangsa yang seharusnya tidak pernah menyerah dengan bangsa lain,” ujarnya.
Sejarah bangsa Indonesia, lanjutnya, berdiri di atas nilai-nilai budi pekerti yang kokoh. Terbukti, pada abad 7 sudah berdiri candi di Dieng, kemudian disusul Candi Borobudur di abad 8, dengan tingkat peradaban yang begitu hebat, menjadi masterpiece pada masanya.
“Pada awal kemerdekaan, kita mampu melahirkan gagasan-gagasan besar seperti ‘masyarakat Indonesia yang adil dan makmur’. Kita pun mewarisi keseluruhan kontemplasi pemikiran Bung Karno tentang Indonesia Raya. Karena semua didedikasikan untuk bangsa dan negara,” terangnya.
“Hasilnya, pada tahun 1955 kita menjadi bangsa pelopor, bangsa pemimpin diantara bangsa-bangsa di Asia Afrika. Pada periode itu, kita begitu aktif mewarnai konstelasi politik dunia melalui politik luar negeri bebas aktif,” imbuhnya.
Selanjutnya, pada tahun 2014 yang lalu, kondisi bangsa dan negara Indonesia begitu terpuruk. Nyaris tidak ada yang dapat dibanggakan kecuali warisan proyek marak Hambalang. “Kita menghadapi tiga persoalan besar, pertama: melunturnya martabat dan kehormatan bangsa. Kedua, melemahnya sendi perekonomian nasional, lalu ketiga, intoleransi dan krisis kepribadian,” ujarnya.
Di tengah problem utama tersebut, sejarah mencatat bagaimana tangan dingin kepemimpinan seorang Megawati Soekarnoputri, yang mampu melahirkan sosok pemimpin baru. Pemimpin yang tumbuh dari bawah, bukan pemimpin yang dikarbit oleh ambisi bapaknya. Pemimpin yang muncul atas keberhasilan dari bawah; pemimpin dari rakyat itu sendiri. Pemimpin itu adalah Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Jokowi menggelorakan kebangkitan bangsa merdeka. Trisakti menjadi jawaban. Trisakti menjadi jalan pembumian Pancasila. Maka di bawah pemerintahan Pak Jokowi, perbatasan menjadi halaman depan NKRI. Pembangunan berkeadilan pun juga dikedepankan.
“Pembangunan dari pinggiran, pembangunan yang menyentuh ruang personal rakyat seperti KIP, KIS, dan program keluarga sejahtera serta berbagai program kerakyatan menjadi ciri utama kebijakan pemerintah,” tuturnya.
“Maka kini Pak Jokowi telah kita calonkan kembali. Kita jadikan momentum peringatan detik-detik proklamasi ini sebagai momentum kebangkitan Indonesia raya. Momentum untuk menggelorakan harkat dan martabat sebagai bangsa pejuang,” lanjutnya.
“Mari kita jadikan peringatan kemerdekaan RI ke-73 ini sebagai energi kebangkitan bangsa pelopor. Kita tingkatkan disiplin nasional kita; kita benahi sistem pendidikan dan kebudayaan kita. Kita tingkatkan kedaulatan bangsa merdeka; kita perkokoh semangat berdikari di seluruh aspek kehidupan Indonesia; dan kita perhebat kebudayaan nasional atas dasar kepribadian bangsa sendiri, sehingga Indonesia benar-benar menjadi bangsa yang merdeka sejatinya,” tutup Ananta, mengakhiri pesan Sekjen. (Tim)