Indonesia Dinilai Punya Banyak Tantangan Untuk Transformasi Digital

Indonesia Dinilai Punya

Jakarta, Semartara.News – Upaya untuk melakukan transformasi digital terus dapat perhatian dari berbagai pihak, dimana Indonesia dinilai punya banyak tantangan untuk mewujudkan hal tersebut.

Anggota Komisi I DPR RI Al Muzzammil Yusuf mengatakan Indonesia dinilai punya banyak tantangan untuk membangun akses jaringan internet di daerah 3T (Terdepan, Tertinggal, Terluar). Ia mempertanyakan regulasi yang tepat dalam merespons perkembangan teknologi dan layanan digital.

“Sejauh mana peran DPR ini, menurut pandangan Bapak agar mampu menjawab berbagai tantangan ke depan. Harapannya, regulasi secepat apa yang perlu kita (DPR) jawab dalam merespons perkembangan teknologi,” ungkap Al Muzammil dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyediaan Akses Internet Komisi I dengan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, sebagaimana dilansir dari situs DPR RI.

Menurutnya, saat ini media konvensional didorong terus beradaptasi dengan  pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi. Sehingga ke depan, diharapkan industri digital Indonesia pun dapat berkembang.

“Harusnya kapan berbagai perangkat UU kita selesaikan dengan komprehensif sehingga peluang peluang besar ke depan dunia maya seperti Metaverse. Padahal, kita belum selesai dengan zoom. Kalau tidak ada Covid kita enggak akrab dengan Zoom,  bagaimana kita berada di depan bukan berada di belakang. Nah, salah satu poinnya adalah regulasi,” imbuhnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno menilai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan turunannya tidak lagi cukup mengakomodasikan perkembangan teknologi dan layanan. Tidak hanya berubah menjadi telematika (telekomunikasi dan informatika) tetapi juga menjadi bisnis digital. “Telepon rumah PSTN (Public Switched Telephone Network) bahkan sudah menghilang, layanan dasar seluler untuk voice dan sms juga tidak bisa diandalkan pendapatannya,” ujar Sarwoto.

Sarwoto menambahkan infrastruktur artinya bandwidth internet, bahkan infrastruktur bukan hanya jaringan internet namun juga pusat data (data center) dan komputasi awan (cloud). “Orkestrasi memerlukan dirigen yang membuat ekosistem digital bisa dimanfaatkan dengan optimal, dan itu harus diatur di dalam rancangan UU Konvergensi Telematika atau UU Konvergensi Digital,” ucap Sarwoto.

Menurutnya, negara masih punya banyak tugas. Salah satunya menutupi kesenjangan akses digital di masyarakat (pada 2021, fixed broadband baru 60,84 persen kecamatan, mobile broadband 55,2 persen dari 20.341 desa 3T). Sisi lain, pemerintahan, industri dan perdagangan juga semakin bergantung pada teknologi digital. Belum lagi persoalan literasi dan talenta digital, kemandirian, serta keamanan dan kedaulatan digital.

Karena itu, menurut Sarwoto semuanya harus dapat diukur paling tidak dalam digital ekonometrika.  Sarwoto juga menekankan pentingnya birokrasi hilirisasi inovasi digital ke dalam satu pintu yang cepat dan efisien dalam rangka menaikkan daya saing bangsa.

Ketua Umum APJII Muhamad Arif dan Direktur Eksekutif ATSI Syachrial Syarif juga menekankan perlunya regulasi yang fair untuk para penyelenggara jaringan dan jasa internet di tengah harga bandwidth internet yang kian turun karena kompetisi. Dia mengatakan, penyelenggara jaringan akan bergerak ke digital bisnis agar mampu bertahan. Guna mendukung hal ini, Mastel menekankan perlunya moratorium beban biaya regulasi yang dirasakan semakin berat.

Tinggalkan Balasan