Tangerang, Semartara.News — Tantangan terbesar generasi Z hari ini bukan hanya derasnya arus teknologi, tetapi bagaimana tetap menjaga iman dan karakter di tengah dominasi gadget. Inilah isu yang dibahas dalam kajian bertema “Memotret Generasi Gen Z: Antara Iman dan Gadget” yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Muhammadiyah Tangerang, Ahad (7/12/2025), di Aula Jenderal Sudirman.
Kajian dihadiri mahasiswa dari semester 1, 3, 5, dan 7 dengan menghadirkan narasumber Dr. Zulkifli, MA, yang memaparkan berbagai persoalan etika digital, krisis moral, serta peran pendidikan keluarga dalam membentuk karakter generasi Z di era teknologi tinggi.

Teknologi Bermanfaat, Tapi Memicu Krisis Baru
Dalam pemaparannya, Dr. Zulkifli menjelaskan bahwa gadget membawa dua sisi sekaligus: kemudahan akses informasi kebaikan, tetapi juga paparan konten yang dapat menggerus nilai agama.
“Gen Z punya literasi digital tinggi, tetapi sering kewalahan menghadapi kompleksitas dunia nyata. Informasi cepat datang, namun tidak semua membawa hikmah,” ujarnya.
Menurut materi presentasi, beberapa tantangan utama generasi Z meliputi:
- kecanduan perangkat digital,
- stres dan kelelahan mental,
- FOMO dan oversharing,
- perilaku konsumtif,
- hingga pudarnya etika dalam berkomunikasi.
Krisis Etika dan Degradasi Moral
Dr. Zulkifli menyoroti munculnya fenomena oversharing, yaitu membagikan terlalu banyak informasi pribadi di media sosial, serta individualisme yang dipengaruhi gaya hidup digital. Minimnya interaksi tatap muka membuat batas sopan santun makin kabur.
“Media sosial membuat anak muda berani mengekspresikan apa saja tanpa memikirkan konsekuensinya. Inilah awal dari krisis moral,” katanya.
Fenomena lain seperti pembelian impulsif, penyebaran hoaks, hingga menurunnya rasa empati juga menjadi dampak lanjutan dari penggunaan gadget yang tidak terkontrol.
Keteladanan Nabi Ibrahim: Arah Pendidikan Keluarga
Dalam kajiannya, Dr. Zulkifli mengingatkan kembali keteladanan Nabi Ibrahim yang mendidik keluarganya bukan dengan ketakutan, tetapi dengan visi spiritual.
“Ibrahim mendidik Ismail agar menegakkan salat. Itulah visi. Banyak orang tua hari ini mendidik dengan amarah, bukan arah,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa ayah dan ibu harus menjadi teladan utama karena karakter anak lebih banyak dibentuk oleh apa yang mereka lihat setiap hari.
Etika Digital Islami Sebagai Solusi
Sebagai langkah pembinaan, Dr. Zulkifli menawarkan konsep Etika Digital Islami, yaitu panduan bermedia sosial yang berlandaskan nilai moral Islam, seperti:
- menjaga privasi dan kehormatan,
- memilah informasi sebelum membagikan,
- menghindari hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian,
- serta menghadirkan konten yang bermanfaat.
“Ruang digital adalah ruang amal. Apa yang kita unggah kelak dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Gen Z Sebagai Penggerak Kebaikan Digital
Meski dihadapkan pada tantangan besar, Dr. Zulkifli melihat potensi Gen Z sebagai produsen kebaikan. Kemampuan mereka mengelola teknologi dapat diarahkan untuk membuat konten dakwah kreatif, video pendek inspiratif, podcast Islami, hingga aplikasi edukatif.
“Mereka bisa menjadi ulama digital. Bukan sekadar pengguna, tetapi penyebar kebaikan,” katanya.
Sinergi Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat
Di bagian akhir, Dr. Zulkifli menegaskan bahwa pendidikan karakter Gen Z harus didukung oleh tiga pilar utama:
- Keluarga sebagai pondasi moral,
- Sekolah melalui penguatan nilai dan kurikulum PAI,
- Masyarakat sebagai lingkungan yang mendukung etika dan akhlak.
“Jika tiga pilar ini bersinergi, generasi Z akan mampu memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan arah iman,” tutupnya. (*)







