Jakarta, Semartara.News – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar diskusi daring. Bertajuk “Pemuda Bicara Omnibus Law”, Minggu (11/10/2020). Hadir pimpinan dan perwakilan pimpinan nasional organisasi-organisasi mahasiswa, yang tergabung dalam forum Cipayung Plus.
Di antaranya, HMI, IMM, GMKI, KAMMI, PMKRI, LMND dan KMHDI. Diskusi dalam rangka penguatan penolakan terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Diskusi dimoderatori Fanda Puspitasari, wakil ketua DPP GMNI Bidang Pergerakan Sarinah.
Mengawali diskusi, Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino kembali menegaskan. Sikap organisasi yang dipimpinnya, tegas, tetap menolak UU tersebut. Ia membeberkan alasan penolakan tersebut.
“Yang kita soroti, bagaimana soal pengelolaan tanahnya. UUPA tidak mampu dijalankan oleh negara. Tapi kemudian ada pasal bank tanah. Kemudian soal tanggung jawab korporasi terkait lingkungan. Perusahaan yang merusak lingkungan, tidak ada sanksi pidana. Hanya sanksi administrasi,” kata Arjuna, menyebutkan sejumlah alasan penolakan.
Selanjutnya, Aldo sebagai perwakilan PP PMKRI menyampaikan pandangannya. Tentang UU Cipta Kerja itu. Sejak awal, proses pembentukan ini dinilai bermasalah. Partisipasi masyarakat dinilai minim.
“Sehingga kita bisa menjustifikasi, ini sebenarnya bukan untuk kepentingan masyarakat. Tapi karena investasi. Kita tegas menolak pengesahan UU Cipta Kerja,” katanya, menyampaikan sikap organisasinya.
Penjabat (Pj) Ketua Umum PB HMI, Arya Kharisma juga menegaskan. Sikap penolakan. Dimulai dengan merentet pengesahan-pengesahan produk hukum sebelumnya. Yakni UU Minerba. Yang diduga saling berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
“Dari UU kontroversial itu. Bisa dirunut. Itu pembahasannya sungguh cepat dan dekat (periode waktunya). Pembahasan (UU Cipta Kerja) juga cenderung tidak terbuka kepada rakyat,” katanya.
Selanjutnya. Disahkannya UU Cipta Kerja ini, pemerintah dan DPR malah membuka ruang kegaduhan. Seperti yang dikatakan Arya, dalam pembahasan UU tersebut, minim partisipasi masyarakat.
Rezki mengatakan, perwakilan PP KAMMI, menekankan. Bicara sikap, organisasi mahasiswa, khususnya yang tergabung dalam forum Cipayung Plus, setelah melakukan upaya-upaya penolakan di jalanan —demonstrasi, langkah-langkah hukum juga patut dilakukan.
“Konkretnya, bagaimana kita melakukan langkah-langkah hukum,” katanya.
Setelah Rezki, dilanjutkan dengan pandangan EF Pranoto. Yang merupakan perwakilan PP GMKI dalam diskusi ini. Salah satu yang disorot GMKI terhadap UU Cipta Kerja, soal pengadaan tanah. Berkaitan dengan pengadaan tanah dalam UU yang baru disahkan beberapa hari lalu itu tak dijelaskan. Kemudian soal bank tanah.
“Kami ada ketakutan, bahwasanya bank tanah dipergunakan oleh oknum tak bertanggung jawab. Bank tanah mengakibatkan masifnya konflik agraria,” kata EF.
Hal itu, kata dia, berbahaya bagi petani. Kemudian soal alih fungsi lahan. “Ini juga jadi soal. Dalam UU sendiri tidak jelas mengatur bahwa lahan pertanian dilindungi,” ungkapnya.
GMKI, juga akan menempuh langkah hukum yang sejalan dengan sikap penolakan UU tersebut. “Langkah hukumnya saya pikir sama dengan teman-teman. Akan melakukan langkah hukum,” tambahnya.
Ketua Umum EN LMND, Muh. Asrul mengatakan, sejak awal, undang-undang ini telah ditolak pihaknya. Sejak masih rancangan. Sebab, partisipasi masyarakat kurang dilibatkan. Di sisi lain, juga mengancam kesejahteraan masyarakat.
“Sejak awal memang sudah ditentang mahasiswa dan gerakan rakyat. Kami (LMND) sejak awal menolak. Forum Cipayung harus mampu menjaga kemurnian gerakan rakyat hari ini,” katanya.
DPP IMM, Najih, langkah-langkah desakan penolakan telah dilakukan. Itu sebagai bagian dari upaya non litigasi. Upaya-upaya litigasi juga perlu dilakukan, dengan instrumen hukum yang ada.
“Litigasi kita harus jalan. Non litigasi juga harus jalan. Dalam rangka menyuarakan penolakan UU Cipta Kerja. Yang tidak boleh kita lupakan, kita harus melakukan upaya-upaya hukum,” katanya.
Terakhir, pandangan dari KMHDI. Disampaikan ketua umum presidiumnya. I Kadek Andre Nuaba. Ia menyoroti transparansi pembahasan UU ini, oleh DPR dan pemerintah.
Penolakan terhadap UU Cipta Kerja harus terus dilakukan. Hingga terwujud. “Perjungan harus diteruskan,” tuturnya.
Seluruh pimpinan dan perwakilan organisasi tersebut, menegaskan tentang sikap organisasinya masing-masing. Tetap menolak. Dan banyak dari mereka berencana melakukan upaya-upaya litigasi. Yaitu judicial review.
Namun Asrul Ketua Umum EN LMND menegaskan organisasinya masih akan fokus membangun kesadaran massa untuk bergerak. Melawan dan menolak UU Cipta Kerja. “Karena harus ada tekanan dari akar rumput (masyarakat). Tekanan dari bawah ini perlu dimaksimalkan,” ungkapnya, menegaskan penolakan UU Cipta Kerja itu.