Erros Djarot: Reshuffle Akhiri Jenjang Kaderisasi Politik!

Erros Djarot
Ibu Megawati Soekarnoputri bersama Erros Djarot di kantor DeTIK. (Foto - law-justice.co)

Lewat fenomena reshuffle ini, terbukti kaderisasi dalam rangka kejenjangan kualitas kepemimpinan melalui partai sudah menjadi masa lalu. Untuk meniti kejenjangan jabatan politik tinggi di negeri ini, menjadi pengusaha ternyata merupakan jalur yang lebih efektif.

Tidak diperlukan lagi kematangan politik-ideologi seseorang untuk duduk di jabatan politik sekelas menteri maupun di lembaga penasehat presiden. Karena politik dan ideologi hari ini sudah semakin jelas; Ekonomi dan ‘money’! Fatsun yang kedua; pandai-pandailah mendekat dan masuk ke wilayah pergaulan sirkel satu kekuasaan.

Dan, akan lebih mantab lagi bila datang sebagai individu dermawan yang mampu mengatasi persoalan kebutuhan ekonomi di lingkar kekuasaan berikut penguasaan ekonomi secara nasional.

Bahwasanya dengan langkah ini, tatanan jenjang kaderisasi dan pendidikan politik ke massa rakyat menjadi tak menentu, itu masalah lain. Dan sepertinya memang menjadi tidak penting karena bukan menjadi prioritas utama bagi pemerintahan Jokowi.

Walau pun demikian, hikmah yang dapat diambil dari fenomena reshuffle kali ini adalah terbukanya mata rakyat, bahwa berfanatik ria di saat Pilpres digelar, hingga ada yang bersedia korban harta dan bahkan nyawa, adalah sebuah kesia-siaan dan merupakan kebodohan total.

Terbukanya mata hati dan pikiran rakyat yang demikian itu, telah dimulai ketika Prabowo bersedia menerima jabatan sebagai Menteri Pertahanan dalam kabinet Jokowi.

Semakin terang benderang dan rakyat mulai sadar dan melek politik, bahwa fanatik buta adalah suatu musibah kebudayaan dan harus dijauhkan dari peradaban politik abad 21. Dan ketika Sandiaga Uno dilantik sebagai salah satu menteri baru melalui reshuffle yang baru minggu lalu diumumkan, para pendukung fanatik Paslon No.2 pada Pilpres yang lalu langsung kuciwa berat.

Mereka pun penuh kesal nyeletuk..”Kalau sudah jelas akan terjadi politik ‘Beli satu dapat dua’…alias pilih Jokowi dapat Prabowo dan Sandi, buat apa hambur-hambur uang negara dan energi permusuhan dikobarkan antar dua kubu pendukung? Sampai-sampai nyaris membelah bangsa ini menjadi dua kubu rakyat!”

Untuk itu, satu hal yang perlu saya sampaikan ucapan terimakasih kepada Jokowi adalah langkahnya yang telah membuka mata para insan politik kader partai. Bahwa untuk meniti karier politik, institusi partai bukanlah lagi rumah yang kondusif untuk mencetak para pemimpin yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan politik di pemerintahan.

Institusi partai lebih berfungsi untuk mencetak para petugas partai dengan tingkat ke-eselonan internal partai. Terimakasih yang kedua adalah gebrakan reshuffle yang menyadarkan para aktivis partai bahwa kerja cerdas lebih unggul ketimbang kerja keras tanpa kecerdasan.

Sebagai catatan sangat penting, Presiden Jokowi telah mengisyaratkan bahwa pendekatan melalui jendela  politik-ideologi adalah masa lalu. Masa kini adalah masa pendekatan yang serba praktis pragmatis transaksional.

Dengan demikian kepada para kader partai yang masih bersikukuh berpijak pada garis politik-idiologi, Anda telah memilih jalan yang sunyi! Anda harus siap untuk bersabar dan membuka lebar ruang kuciwa.

Walaupun demikian, harus tetap yakin, kemenangan kalian pasti akan datang. Tapi dipastikan bukan hari ini!

Revolusi belum selesai!

Erros Djarot – Budayawan

Dikutip dari Watyutink.com, Senin (28/12/2020)

Tinggalkan Balasan