Jakarta, Semartara.News – Anggota Komisi II DPR RI, Endro Suswantoro Yahman, mengusulkan pembentukan Panitia Kerja (Panja), sebagai sarana evaluasi yang lebih rinci mengenai pelaksanaan Pilkada Serentak pada Desember 2020 lalu.
“Pendalamannya perlu menjadi bahan evaluasi yang lebih rinci dalam bentuk Panja. Karena kalau hanya Raker dan RDP seperti ini, kurang begitu menukik pada persoalan,” ungkapnya.
Dalam Raker Komisi II dengan Menteri Dalam Negeri, sekaligus RDP dengan DKPP, KPU dan Bawaslu pada Selasa (19/01/2021), Endro menyoroti penyalahgunaan wewenang dan keputusan-keputusan para penyelenggara Pemilu, yang menegasikan keputusan penyelenggara pemilu lainnya. Seperti yang terjadi di Bandar Lampung dalam penetapan hasil pelaksanaan pilkada serentak.
“Pilkada serentak dalam pandemi Covid-19 ini agak fenomenal, karena gugatan suara turun, tapi yang muncul adalah pelanggaran TSM dan penyalahgunaan wewenang,” tegas Endro S Yahman.
Yang terjadi di Bandar Lampung, terangnya, KPU dan Bawaslu Kota Bandar Lampung sudah menetapkan hasil perolehan suara. “Tapi kemudian, keputusan tersebut dianulir oleh Bawaslu Provinsi yang menyatakan adanya pelanggaran TSM. Ini semacam anomali yang berlangsung berulang-ulang,” ujarnya.
Seharusnya, jelas Endro S Yahman, kalau memang pelanggaran TSM, Bawaslu memberi peringatan keras sejak dini, agar pelanggaran bisa dicegah, dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai netralitas penyelenggara Pemilu.
“Ini kan enggak dicegah. Malah seolah-olah dibiarkan berlanjut agar masuk perangkap. Ini namanya menjebak. Ditambah lagi gugatan pelanggaran TSM ini dilakukan oleh masyarakat, atau tim sukses Paslon lain yang berkompetisi. Apa kerja Bawaslu? Ada skenario apa? Kalau cara kerja Bawaslu begini, demokrasi akan menuju titik nadir,” ujarnya.
Menurutnya, ukuran sukses atau tidaknya kinerja Bawaslu bukan diukut dari jumlah temuan pelanggaran. “Tapi seberapa banyak temuan pelanggaran yang mampu dicegah, agar pelanggaran itu tidak berlanjut,” tegas pria kelahiran Pringsewu, Lampung ini.
Apalagi, lanjutnya, kita tahu juga Bawaslu Provinsi Lampung ini, sejak dulu bermasalah, dan pernah terkena sanksi DKPP. Sehingga, independensinya sangat diragukan.
“Dari Pilkada ke Pilkada selalu bermasalah. Pada Pilkada Gubernur Lampung lalu, begitu masifnya politik uang pada saat itu, bahkan bisa diistilahkan ‘orang buta pun bisa melihat apa yang sedang terjadi’. Tapi itu dianggap bukan TSM,” lanjut Endro S Yahman.
“Jadi dibutuhkan sikap tegas, agar penyelenggara Pemilu di daerah tidak saling menegasikan keputusan. Mohon Mendagri, DKPP, KPU dan Bawaslu bisa mencermati ini,” serunya.
Terkait kinerja KPU dan Bawaslu, Endro S. Yahman, juga memberikan apresiasi terhadap partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak yang mencapai 76,09%.
“Itu suatu hal yang luar biasa. Tadinya kita sudah harap-harap cemas karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Tapi ternyata, tingkat partisipasinya melampaui partisipasi Pilkada sebelumnya. Saya mengapresiasi itu,” imbuh Endro S Yahman.
Kendati demikian, Anggota Fraksi PDI Perjuangan dari Dearah Pemilihan Lampung I ini, juga memberikan beberapa catatan terkait kinerja KPU dan Bawaslu, terutama dalam mendidik dan mensosialisasikan pilkada, atau pemilu ke masyarakat.
“Kita tidak menafikan, bahwa partisipasi ini banyak juga dipengaruhi oleh kerja para calon bersama parpol pengusung yang berkompetisi. Kalau KPU dan Bawaslu bisa meneliti lebih dalam, akan kelihatan kinerjanya seperti apa,” jelasnya.
Anggota DPR RI yang juga Dosen Fakultas Teknik Universitas Trisakti-Jakarta ini, juga memberikan tantangan kepada penyelenggara pemilu untuk menaikkan level basis data yang digunakan dalam aplikasi SIREKAP dari form C-KWK, ke form C1 Plano dalam Pemilu nasional.
“Bila itu mau diseriuskan, saya tantang untuk naik ke kertas C1 plano yang difoto. Kertas planonya saja yang difoto, agar tiada dusta di antara kita, dan suara rakyat terlindungi. Sebab, banyak sekali terjadi di lapangan, manipulasi dari plano ke C1. Jadi sekarang saya tantang untuk naik ke C1 Plano,” pungkasnya.