Dedi Mulyadi Tegaskan Gerakan Poe Ibu Bukan Kewajiban, Tapi Ajakan Gotong Royong

Dedi Mulyadi ajak warga Jawa Barat sisihkan Rp1.000/hari lewat Gerakan Poe Ibu untuk bantu kebutuhan darurat warga.
Geburnur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (Foto: Instagram @jabarprovgoid)

Jawa Barat, Semartara.News – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menekankan bahwa inisiatif Rereongan Sapoe Sarebu atau yang dikenal sebagai Poe Ibu hanyalah seruan sukarela untuk saling bantu-membantu antarwarga, bukan suatu paksaan. Menurutnya, hasil pengumpulan dana dari program ini nantinya akan dialokasikan guna mengatasi berbagai keadaan darurat yang dihadapi masyarakat sehari-hari.

“Siapa yang menentang?,” tanya Dedi sambil merespons berita tentang penolakan terhadap gerakan Poe Ibu pada Selasa (7/10/2025).

Dedi berpendapat bahwa resistensi baru akan timbul jika program itu bersifat memaksa, padahal kenyataannya ini sekadar undangan. “Tak ada elemen paksaan sama sekali. Ini adalah panggilan bagi tingkatan RT, RW, desa, kelurahan, hingga bupati dan wali kota untuk berkolaborasi dengan masyarakat dalam menyelesaikan isu-isu sosial di wilayah masing-masing,” ungkapnya setelah mengikuti Rapat Paripurna Istimewa peringatan Hari Jadi Indramayu ke-489 di Gedung DPRD Kabupaten Indramayu.

Ia melanjutkan bahwa gagasan seperti Poe Ibu sebenarnya sudah akrab di kalangan masyarakat Jawa Barat. Dedi mengambil contoh dari adat istiadat tradisional seperti beras perelek dan jimpitan, yang sama-sama didasari prinsip kekeluargaan dan saling tolong-menolong. “Banyak yang salah mengartikan, seolah-olah dana itu dikumpulkan langsung oleh gubernur. Padahal, itu tidak benar,” tegasnya.

Dedi juga mengkritik praktik pengumpulan dana di sekolah melalui kas kelas, yang sering kali kurang akuntabel tanpa laporan yang jelas. Oleh karena itu, ia berkeinginan menyusun aturan baru agar pengelolaan dana menjadi lebih transparan dan dapat diakses publik. “Contohnya, jika kelas 3B mengumpulkan Rp200 ribu setiap bulan, maka harus dicatat secara rinci untuk keperluan apa saja, sehingga semuanya terbuka lebar,” katanya.

Selain itu, Dedi menguraikan bahwa dana dari gerakan Poe Ibu akan difokuskan untuk menangani permasalahan sosial langsung di level pemerintahan terdekat, sehingga kasus-kasus warga yang menjadi sorotan media karena kesulitan finansial bisa diselesaikan dengan lebih cepat. “Saya tak ingin pada 2026 masih ada berita heboh soal anak tanpa seragam sekolah atau rumah yang runtuh. Semua harus diselesaikan di tingkat desa, kelurahan, atau kabupaten sebelum naik ke provinsi,” tegasnya.

Sebagai ilustrasi, Dedi menceritakan pengalaman seorang warga dari Kabupaten Kuningan yang membutuhkan Rp110 juta untuk operasi di RS Harapan Kita dan datang langsung meminta pertolongan kepadanya. Ia menilai bahwa urusan semacam itu sebaiknya ditangani lebih dulu di desa, kemudian ke kabupaten jika tak cukup, dan baru ke gubernur sebagai langkah terakhir.

Gerakan Poe Ibu ini diresmikan melalui Surat Edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA mengenai Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu), yang ditandatangani oleh Dedi Mulyadi pada 1 Oktober 2025. Melalui inisiatif ini, ia mengajak pegawai negeri sipil (ASN), siswa, serta masyarakat umum untuk menyisihkan Rp1.000 setiap hari demi mendukung kebutuhan mendesak warga, khususnya dalam ranah pendidikan dan kesehatan. (Nazwa)

Tinggalkan Balasan