Guru Besar Sejarah Politik Universitas Negeri Malang ini menjelaskan diskursus Hari Lahir Pancasila muncul dari buku karya Nugroho Notosusanto, sejarawan UI yang kemudian mendirikan Pusat Sejarah ABRI. Dalam buku yang ditulis Naskah Proklamasi jang Otentik dan Rumusan Pancasila jang Otentik, Nugroho tidak menggunakan sumber primer, khususnya dokumen sidang BPUPK karena dokumennya waktu itu masih tersimpan di negeri Belanda dan yang satu dinyatakan hilang (yang kemudian di ketahui ada di keluarga Yamin)
Menurut Hariyono hal itu terjadi karena Nugroho belum menemukan risalah atau notulensi sidang BPUPK. Buku yang ditulis Nugroho termasuk saat menulis buku babon Sejarah Nasional Indonesia VI hanya berdasar sumber sekunder yaitu berdasarkan 3 buku yang ditulis M Yamin. Bukan dari notulensi sidang BPUPKI.
Hariyono memaklumi karena notulensi sidang BPUPK yang asli dirampas oleh Belanda. Belakangan diketahui berada di arsip nasional Belanda atau Algemen Rijksarchief (ARA) di Den Haag dan dikembalikan ke Indonesia pada 1989.
Satu-satunya salinan Risalah Sidang BPUPK dimiliki Sekretaris Ketua BPUPK AG Pringodigdo. Sayangnya buku itu dipinjam oleh M Yamin dan baru diketahui keberadaannya di Perpustakaan Pura Mangkunegaran, Solo, pada 1990.
Belakangan diketahui, dokumen itu ternyata tersimpan di rumah putra M Yamin, Rahadian. Setelah Rahadian meninggal pada 1979, berbagai buku milik Rahadian dibawa oleh istrinya ke Perpustakaan Mangkunegaran. Istri Rahadian kemudian mengundang Pak Hartono, orang arsip dari Semarang, untuk menata buku-buku tersebut. Saat menata itu ditemukan salinan Risalah BPUPK yang kemudian diserahkan lagi ke Arsip Nasional RI. Kini, baik dokumen yang asli maupun yang salinan yang dipinjam Yamin sekarang sudah ada di Arsip Nasional (ANRI).
“Kami dari BPIP berharap ANRI dapat segera menerbitkan dokumen tersebut agar mudah diakses oleh publik sebagai bagian untuk meningkatkan literatur kebangsaan secara jujur dan terpercaya” cetus Hariyono.
Menurut Hariyono, dokumen notulensi itu sangat penting. Karena memuat laporan rinci tentang segala perdebatan yang terjadi dalam sidang-sidang BPUPK dan PPKI yang sedang merancang konsep berbangsa dan bernegara. Dari sana lah publik bisa mengetahui perdebatan, perselisihan, dan konsensus yang terjadi di balik kelahiran konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan notulensi sidang BPUPKI/PPKI, terlihat jelas bahwa Soekarno adalah satu-satunya yang punya rumusan komprehensif dan menyeluruh tentang dasar negara. Soekarno pula satu-satunya orang yang dalam sidang BPUPK menyebut kata “Pancasila”. Dan berdasarkan pidato itulah dibentuk panitia kecil untuk dirumuskan sebagai dasar negara.