Bonnie Triyana : Sosok Pemimpin ‘Solidarity Maker’ Ada di Soekarno

Dokumentasi - Patung Bung Karno menunggang kuda berdiri di depan area kompleks kantor Kementerian Pertahanan, Medan Merdeka Barat, Jakarta, Minggu (6/6/2021). (Foto - Antara/Indrianto Eko Suwarso/foc)

Jakarta, Semartara.News – Sejarawan, Bonnie Triyana, menceritakan karater kepemimpinan dari Presiden Soekarno yang patut menjadi teladan. Dalam keterangannya, ia mengatakan, jika ditelisik lebih jauh, pola kepemimpinan politik di Indonesia memiliki dua kategori. Pertama adalah pemimpin berjiwa “administrator” laksana seorang manager, dan kedua pemimpin berkarakter “solidarity maker”.

Tipe “solidarity maker” merupakan pemimpin yang mempunyai sikap, pembawaan dan kemampuan untuk menggalang solidaritas orang-orang dari berbagai macam latar belakang untuk mencapai satu tujuan. “Nah, mendiang Herbert Faith, Indonesianis dan profesor ilmu politik asal Australia mengategorikan Bung Karno sebagai sosok pemimpin ‘solidarity maker’,” kata Bonnie Triyana dalam program BKNP PDIP dengan tema besar “Bung Karno Series”, dikutip dari LKBN Antara, Kamis (17/6/2021).

Pimred Historia ini menjelaskan, kepemimpinan “solidarity maker” itu didasari oleh karakter sosok karismatik dan kecerdasan yang melekat dengan Ir. Soekarno yang dapat memengaruhi orang banyak. “Terbukti dengan begitu banyak pengikutnya serta juga beliau sangat disegani oleh kawan maupun lawan. Dari bukti-bukti itu dapat disimpulkan bahwa Bung Karno merupakan pemimpin yang berkarakter penggalang solidaritas,” ucap Bonnie

Menurut dia, dengan kemampuan dan kecerdasan yang multi dimensi, Bung Karno dalam kepemimpinan-nya sering kali menggunakan cara yang spontanitas dan autentik. Contoh kecil dari aksi unik itu dilakukan Bung Karno, suatu waktu berkunjung ke Italia, saat iring-iringan mobil tamu negara kepresidenan yang membawa Bung Karno tiba-tiba menepi mendadak ke sebuah restoran.

“Otomatis para pengawal dengan serentak kaget. Ada apa ini? Setelah diketahui kemudian, ternyata Bung Karno ingin makan es krim langsung di negara asalnya,” tutur Bonnie.

Bung Karno juga merupakan sosok yang ceria, suka menyanyi dan menari. Karena ketertarikan Bung Karno terhadap kesenian inilah, maka Resimen Tjakrabirawa tak hanya disiapkan untuk pengawalan, tapi juga harus siap sewaktu-waktu bermain musik agar dapat menghibur Presiden. “Mereka membentuk band yang menjadi asal muasal istilah ‘ABS’ alias ‘asal bapak senang’. Sebuah istilah yang awalnya berarti positif, tapi kini jadi peyoratif dan dimaknakan sebagai upaya menjilat atasan,” kata dia.

Bonnie mengutip Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa pengawal Bung Karno, Maulwi Saelan, yang menyebutkan Bung Karno merupakan sosok yang tidak pernah mau untuk berjarak dengan masyarakat. Suatu saat, Bung Karno pernah “ngambek” marah terhadap tindakkan pengamanan yang berlebihan dan tidak pas dengan prinsipnya. “Saat itulah, Maulwi menjawab bahwa, ‘Spontanitas yang tidak terkendali itu sangatlah berbahaya buat Bung’,” kata Bonnie menirukan Maulwi.

Setelah itu, lanjut Bonnie Bung Karno dan Maulawi terdiam. Maulwi pun merasa akan makin dimarahi atau kehilangan jabatannya, namun tak disangka beberapa menit setelah kemarahan Bung Karno, Bung Karno kembali dan berbicara dengan bahasa Belanda. “Hai Maulwi, Je hebt gelijk, kamu benar. Saya minta maaf ya,” ucap Bonnie menirukan ucapan Bung Karno.

Karakter seperti itu membuat kekaguman pada Bung Karno sebagai sosok yang karismatik dan sangat disegani, tetapi mampu untuk menerima kritik. Bung Karno pun menurut Bonnie jugalah nyaris tak pernah memegang uang. Bahkan uang untuk beli rokok, Bung Karno menaruh gengsi meminjam uang pada pengawalnya. “Saat dijatuhkan sebagai presiden pun kita tahu beliau tak punya rumah pribadi. Itulah bentuk-bentuk spontanitas Bung Karno yang autentik, bukan pencitraan, tidak dibikin-bikin, semua sebagaimana adanya” ujarnya.

Tinggalkan Balasan