Tangerang, Semartara.News – Anggota MPR RI, ST Ananta Wahana SH mengurai peran dan posisi Pancasila di era industri digital. Menurut Ananta, Pancasila sebagai Ideologi Negara harus di transformasi sesuai perkembangan jaman.
“Bukan merubah fungsi dari Pancasila itu. Di era digital, transformasi nilai-nilai Pancasila perlu disesuaikan dengan perkembangan jaman. Memanfaatkan platform digital sebagai sarana untuk bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas,” tutur Politi PDI Perjuangan ini.
Hal ini di sampaikan Ananta Wahana saat menggelar Sosialisasi Empat Pilar bersama Lurah setempat, perangkat RT RW dan para pelaku UMKM, di Kelurahan Mekar Bakti, Panongan Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (23/3/2021)
Pada kesempatan ini, Ananta juga menjelaskan, bahwa letak histori Pancasila sudah final. Namun, tantangan sebenarnya adalah bagaimana Pancasila dapat di kenal dan dilaksanakan oleh generasi muda.
“Badan Pusat Statistik belum lama merilis data kependudukan Nasional yang baru, ada 270,20 juta jiwa penduduk Indonesia. 25,87 % terdiri dari generasi milenial dan 27,94 % terdiri dari generasi Z. Pertanyaan saya, jumlah anak muda yang begitu besar, apakah mereka sudah mengenal Pancasila, saya belum bicara pelaksanaannya,” terang Ananta, pada rilisnya ke redaksi Semartara.News, Selasa (23/3/2021).
Ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, kehidupan hari ini bergerak begitu cepat. Sebagai negara berkembang, bonus demografi yang akan di dapat Indonesia harus di persiapkan hari ini.
Oleh sebab itu, Ananta menuturkan, Sosialiasi Empat Pilar MPR RI sebagai salah satu instrumen, masih perlu dilaksanakan. Sebab, besar harapan dengan adanya sosialisasi itu, masyarakat, terlebih khusus generasi muda bisa mengerti akan pentingnya nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara.
Clance Teddy Muluwere, kader muda PDI Perjuangan yang juga pemateri di acara tersebut, menyebut, bahwa karena Pancasila, dirinya bisa bertemu dengan masyarakat Kabupaten Tangerang, Banten.
“Pancasila bisa mempertemukan saya yang orang Manado dengan Saudara dari Tangerang,” tuturnya.
Menurutnya, generasi milenial melihat Pancasila tidak hanya dari sisi sejarah, tapi, mereka melihat, apakah teori dan nilai sejarah itu masih relevan atau tidak. Karena menurut Clan, mereka lebih cenderung memahami kepada apa yang mereka rasakan. Dan pemahaman milenial terhadap Pancasila, justru lebih cenderung dinilai sebagai kepentingan elektoral saja.
“Mereka melihat Pancasila hari ini sebatas kepentingan elektoral, seperti, saya Pancasila dan saya bukan Pancasila,” tutur Sekjen DPP GMNI 2017-2019 ini.
Lanjut Clan, hal ini terdampak dari kontestasi pilkada DKI dan Pilpres 2019 kemarin.
“Tak hanya itu, mereka juga merasa, yang pro terhadap pemerintah dianggap Pancasilais, dan yang tidak pro pemerintah dianggap tidak Pancasilais. Sebab, Pemilu DKI dan Pilpres dari 2014 dan 2019, menjadi pembentuk paradigma generasi milenial tersebut. Kita menyaksikan, bagaimana yang mendukung dan tidak mendukung, cap cebong dan kampret. Itu yang membentuk paradigma Milenial,” tuturnya.
Menurut Clan, persolan tersebut diperparah, karena, tidak ada pihak yang mau menegaskan, bahwa Pancasila bukan persolan Elektoral semata. Namun, itu merupakan Falsafah dalam berbangsa dan bernegara. Sehingga, jika masyarakat sudah memahami nilai-nilai pancasila, polarisasi tersebut akan luntur dengan sendirinya.
“Lihat saja, hari ini Presiden Joko Widodo dan Bapak Prabowo Subianto bisa akur kembali, bahkan duduk dalam satu kabinet. Artinya, dalam kontestasi politik, rakyat harus lebih cerdas dan tidak termakan politik hoaks dan politik SARA,” tutup Clan.
Abraham Garuda Laksono, pemateri perwakilan generasi Z, menjelaskan, bahwa tidak sedikit masyarakat, terutama generasi Z, tau jika Pancasila itu Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia saja. Hanya saja, dalam praktek, Pancasila itu hanya dijadikan sebagai pembenaran saja.
Padahal, jelas Abraham, Pancasila merupakan hasrat dan keinginan dari para Founding Father untuk merdeka dan bersatu. Ia memberikan analogi perbedaan di atas dengan niat seseorang untuk menikah.
“Indonesia mempunya 1300 lebih etnis. Di dalam keluarga saja, kita bisa berbeda. Bagaimana dengan negara yang punya etnis sebanyak itu?,” kata Abraham.
Lanjut AB, panggilannya, potret kehidupan mewah yang dipertontonkan elit Negara sangat berdampak bagi generasi Z.
“Iya, coba lihat kehidupan sebagian para elit politik yang selalu mempertontonkan kehidupan mewah mereka di media soisal. Bagaimana bicara soal kemiskinan dan penderitaan rakyat, kalau wakilnya saja hidup bermewah-mewahan. Kata orang Jawa, Kekuasaan itu ngendong lali atau kekuasaan itu membuat orang lupa,” tutup Lulusan James Cook University Singapore ini
Sosialisasi Empat Pilar yang dilaksanakan di Kelurahan Mekar Bakti, Panongan Kabupaten Tangerang, Banten ini, di ikuti oleh Lurah setempat, seluruh perangkat RT RW dan para pelaku UMKM. .