Berita  

BEM UMT Gelar Kegiatan Sekolah Intelektual Revolusioner, Wagub: Saya Dorong Mahasiswa Kritis dan Progresif

BEM UMT Gelar Kegiatan Sekolah Intelektual Revolusioner, Wagub: Saya Dorong Mahasiswa Kritis dan Progresif
Wagub Banten saat sambutan di pembukaan kegiatan BEM UMT 'Sekolah Intelektual Revolusioner'. (Foto: Semartara.News)

Kota Tangerang, Semartara.News – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) menggelar kegiatan Sekolah Intelektual Revolusioner dengan tema ‘Berfikir Kritis Bergerak Progresif’.

Kegiatan tersebut berlangsung selama 3 hari, mulai Sabtu 4 – 6 Juli 2025 di Auditorium Jenderal Sudirman, UMT. Kegiatan dikemas dalam bentuk seminar dan forum dikusi grup dengan menghadirkan narasumber dari kalangan negarawan hingga aktivis nasional.

Wakil Gubernur Banten Dimiyati Natakusuma dalam sambutannya membuka kegiatan tersebut menyampaikan, dirinya akan mendorong setiap gerakan mahasiswa yang berpikir kritis dan progresif. Terlebih lagi, mahasiswa merupakan calon pemimpin masa depan.

“Saya suka temanya. Jadi, saya mau datang. Kalau temanya kompromis sudah bukan zamannya karena saya ingin dikritik dan diawasi,” kata Dimiyati kepada awak media.

Selain itu, Dimiyati juga membuka pintu kepada mahasiswa yang ingin berkolaborasi, yang bersifat konstruktif bukan destruktif. Dirinya menerima setiap masukan untuk kemajuan Provinsi Banten dan Indonesia.

Dukungan kegiatan tersebut datang dari Wakil Rektor UMT, Dr. Enawar mengungkapkan, pihaknya selalu support gerakan BEM UMT yang tidak hanya artifisial, tetapi benar-benar dari perenungan dan kegelisahan atas pengelolaan negara.

“Targetnya Sekolah Intelektual Revolusioner ini harus sistemable, tidak boleh berhenti di sebuah workshop atau seminar,” ujarnya.

“Sebab gerakan-gerakan bisa terkonsep jelas, bukan dari tindakan yang sporadis, improfisasi, tapi ini tindakan yang benar-benar terukur dan terkelola,” tandasnya.

Sementara itu Presiden Mahasiswa UMT, Asrul Hanura menjelaskan kegiatan Sekolah Intelektual Revolusioner memiliki 2 variabel yakni dari perspektif negara dan aktivis, yang diikuti sebanyak 500 peserta, baik dari UMT dan universitas lainnya.

“Tujuannya sendiri untuk mempertajam dalam memandang atau mengkaji sebuah isu untuk memberi solusi,” terangnya.

Untuk narasumber sendiri, lanjutnya, pihaknya mengundang pejabat dan aktivis, di mana mahasiswa sebagai peserta yang menelaah setiap materi yang disampaikan.

“Kalau kita bisa analogikan, ini kanan dan kiri, tapi mahasiswa berada di posisi memandang sebagai perspektif mengkritisi,” imbuhnya. (Kahfi)

Tinggalkan Balasan