Berita  

Banten Sudah Keluar dari Sepuluh Besar Kasus COVID-19

SEMARTARA – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten, Ati Pramudji Astuti, menyebut bahwa berdasarkan kajian dan indikator epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan, terjadi penurunan jumlah kasus positif dalam dua pekan terakhir di Provinsi Banten.

Hal ini disampaikan dalam rapat evaluasi pelaksanaan PSBB jilid lima melalui zoom meting bersama Gubernur Banten, Forkopimda dan kepala daerah kota/kabupaten se-Banten, Minggu siang tanggal 12 Juli 2020.

Ati juga mengungkapkan, penurunan juga terjadi pada kasus PDP dan ODP, jumlah angka meninggal dunia dari kasus positif, penurunan kasus positif yang dirawat di RS selama dua minggu serta kenaikan jumlah kasus positif yang sembuh dan jumlah pemeriksaan spesimen yang meningkat selama dua minggu ini. 

“Berdasarkan laporan media harian COVID-19 tertanggal 11 Juli 2020 pada pukul 12:00 WIB menunjukkan bahwa Provinsi Banten berada pada urutan 12 nasional jumlah kasus terbanyak, artinya kita sudah keluar dari 10 besar,” ujar Ati Pramudji Astuti.

Dikatakan pula, persentase positive rate Provinsi Banten kini berada di 5.34 persen. Kabupaten/kota yang masuk ke zona hijau yakni zona dengan angka kasus positif di bawah 5 persen adalah Kota Cilegon, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Tangerang.

Sedangkan kota/kabupaten yang masih berada di zona kuning dengan positive rate di atas 5 persen adalah Kabupaten Serang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.

Sementara itu, Gubernur Baten, Wahidin Halim menegaskan, meskipun Banten sudah lepas dari 10 besar kasus COVID-19, Penerapan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tiga wilayahnya yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan diperpanjang.

Pria yang akrab dipanggil WH ini juga menjelaskan, salah satu alasan PSBB di Provinsi Banten diperpanjang adalah untuk menghindari terjadinya gelombang kedua COVID-19 seperti yang dikhawatirkan banyak kalangan. Kemungkinan ini dapat terjadi akibat eforia masyarakat karena pelonggaran yang diberikan dianggap sebagai kondisi normal seperti sebelum pandemik.

Tinggalkan Balasan