Penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) tentang Pelayanan Terpadu Terhadap Perempuan dan Anak di Banten.
SEMARTARA, Serang (12/10) – Dalam tujuh tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banten sangat tinggi. Data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mencatat jumlahnya ada 442 kasus.
Hal itu terungkap saat Pemprov Banten melakukan penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) tentang Pelayanan Terpadu Terhadap Perempuan dan Anak dari Tindakan Kekerasan dan Perdagangan orang dengan P2TP2A, Polda Banten, Kanwil Hukum dan HAM Banten, Kejaksaan Tinggi Banten, Pengadilan Tinggi Banten dan Kanwil Kementerian Agama Banten, di Pendopo Gubernur, Kamis (12/10).
Berdasarkan data P2TP2A Provinsi Banten sejak tahun 2010 hingga September 2017, kekerasan pada perempuan dan anak berjumlah 442 kasus, terdiri dari KDRT 154 kasus, perlindungan/penelantaran anak 96 kasus, kekerasan seksual 100 kasus, penelantaran perempuan 45 kasus, trafficking 18 kasus, perlindungan tenaga kerja 9 kasus, perebutan hak asuh anak 11 kasus, kekerasan fisik dibawah umur 3 kasus. Dari jumlah kasus tersebut terdapat 182 kasus anak yang menjadi korban dan sebanyak 33 kasus adalah pelaku anak atau anak yang berhadapan dengan hukum.
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy yang ikut melakukan penandatangan tersebut menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada P2TP2A. Menurut Andika, tindakan kekerasan termasuk dalam pelanggaran HAM dan norma agama.
Untuk itu, lanjut Andika, Pemprov Banten dan P2TP2A bersama dengan lembaga lainnya telah bersama-sama sepakat dan bertekad menghapuskan pelanggaran-pelanggaran terhadap kaum perempuan dan anak yang dituangkan melalui penandatangan nota kesepahaman bersama.
“Pak Gubernur telah memberikan tugas kepada seluruh OPD terkait khusunya yang ada didalamnya Dinas Kesehatan, Disnaker, Dindik dan Dinsos untuk melakukan penjabaran berkaitan isi MoU tersebut, bagaimana Pemprov Banten pada saat ini juga menjadi prioritas utama untuk tadi kita dapat mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Andika usai MoU.
Dalam kesempatan tersebut, Andika meminta sinergitas kepada instansi-isntansi yang terlibat untuk bersama-sama menjalankan tugs dan fungsinya serta sesuai kewajibannya terhadap kerjasama tersebut.
“Prinsip kerjasama ini adalah penanganan yang mudah, efektif dan terkoordinasi dengan baik, yang penting adalah tertanganinya korban dengan baik,” ungkapnya.
Andika berharap, dengan adanya kerjasama lintas lembaga ini, diharapkan kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga serta perdagangan orang bisa ditekan.
Dalam MoU tersebut disebutkan, kesepahaman bersama ini dimaksudkan guna meningkatkan koordinasi dan kerjasama para pihak dalam penegakan hukum, pelayanan kesehatan, pendidikan, psikologis, mental, sosial budaya dan ekonomi terkait penanganan kasus perempuan dan anak dari tindak kekerasan dan perdagangan orang.
“Tujuan kesepahaman bersama ini adalah untuk mengatasi permasalahan dalam penanganan kasus kekerasan dan perdagangan orang terhadap perempuan dan anak secara cepat, murah, dan transparan,” ungkapnya.
Ketua P2TP2A Provinsi Banten Adde Rosi Khoerunnisa mengaku, P2TP2A sebagai lembaga yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada korban baik pelayanan pengaduan, pelayanan medis, pelayanan konseling psikologis dan sosial juga pelayanan konseling dan pendampingan hukum.
“Selain itu juga peningkatan derajat kehidupan eks korban melalu pemberdayaan ekonomi dan pendidikan. Semua pelayanan ini sifatnya gratis,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Banten ini menambahkan, mengingat cukup tingginya kasus kekerasan, maka P2TP2A tergerak untuk melakukan program2 yang selain penanganan kasus, tetapi juga melaksanakan program yang ditujukan untuk pencegahannya.
Adapun program-programnya, kata Adde Rosi yaitu sosialisasi kepada masyarakat di Kecamatan-kecamatan, bimbingan mental spiritual kepada eks korban dan juga pemberdayaan kepada eks korban, serta peningkatan partisipasi anak melalui forum-forum anak serta perlindungan terhadap perempuan dan anak melalui legalitas dan keutuhan keluarga, diantaranya adalah melalui isbat nikah.
“Insya allah pada tahun ini kami akan mengisbatkan sebanyak 50 pasangan dari Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, sehingga pasangan tersebut secara hukum tata negara diakui dan tercatat pernikahannya, dan diharapkan anak2 yang dilahirkan mendapatkan hak sipil berupa akte kelahiran,” tuturnya. (Soe)
Baca juga: