Jakarta, Semartara.News – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya, mengatakan, Baleg akan komprehensif dalam menyusun Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), salah satunya menggunakan pendekatan sosiokultural dalam penyusunannya.
“Tenaga Ahli Baleg DPR sedang menyusun naskah akademik dan draf RUU PKS secara komprehensif berdasarkan masukan-masukan. Kami menimbang pendekatan sosiokultural,” kata Willy usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR dengan mengundang Komnas Perempuan terkait RUU P-KS, di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip dari LKBN Antara, Senin (29/3/2021).
Dia menjelaskan, pendekatan sosiokultural itu digunakan RUU PKS mendesak untuk disahkan, karena terkait fenomena “gunung es” kasus kekerasan seksual yang selama ini terselubung, bahkan terpendam dalam ruang-ruang privat dan kultural.
Willy mengatakan, sebenarnya Baleg DPR sudah memiliki naskah akademik (NA) dan draf RUU PKS. Namun, semua itu bisa berubah karena mengadaptasi suara dan pendapat publik yang disampaikan kepada Baleg agar RUU tersebut dapat disusun secara komprehensif.
“Setelah mendengar masukan publik, kami akan membahas RUU PKS. Syarat pembahasan RUU itu kan harus ada NA dan draf RUU, dua hal itu sudah ada. Namun Baleg tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, sehingga kami mendengar masukan publik dari berbagai spektrum pemikiran,” ujarnya.
Menurut dia, Baleg DPR saat ini baru dalam tahap menampung masukan semua elemen masyarakat, termasuk RDPU dengan Komnas Perempuan yang memberikan kajian komprehensif, yang disertai dengan NA dan draf RUU sebagai masukan.
Politisi Partai NasDem itu menilai, Komnas Perempuan juga memberikan elaborasi poin-poin penting dalam RUU PKS, dan “question and answers” yang membantu Baleg DPR dalam mengatasi masalah miskomunikasi terkait RUU tersebut. “Selain hal-hal substansial terkait RUU PKS, Komnas Perempuan juga memberikan ‘tools’ membantu masalah miskomunikasi RUU tersebut melalui ‘QnA’ yang diberikan,” katanya.
Willy mengatakan, Baleg DPR akan mengundang kelompok-kelompok yang menolak RUU PKS untuk dimintai pendapatnya, khususnya poin-poin keberatan penolakan, apakah masalah persepsi atau substansi RUU tersebut.