Jakarta, Semartara.News – Komisi VI DPR RI mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) bersama perusahaan BUMN dari sektor Farmasi, Senin (5/10/2020). Beberapa perusahaan BUMN yang hadir pada RDP kali ini diantaranya, Biofarma, Kimia Farma, Indo Farma, dan PT Phaphros.
Pada rapat RDP itu, masing-masing direksi perusahaan memaparkan kinerja mereka selama masa pandemi Covid19. Pada sesi pendalaman, Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, Ananta Wahana memberi pertanyaan tentang stok alat rapid test yang diimpor secara besar-besaran oleh BUMN Farmasi, tetapi ternyata terbukti tidak akurat.
“Mengapa BUMN farmasi tidak berupaya selangkah lebih maju dengan mengupayakan alat tes tipe antigen yang jauh lebih murah dari tes usap PCR, dengan tingkat akurasi tinggi,” kata Wakil Rakyat yang terpilih dari Dapil Banten III ini.
“Seharusnya perusahaan BUMN bisa selangkah lebih maju dalam menangani Covid19, dan dengan itu bisa neringankan beban masyarakat atas harga tes metode SWAB yang cukup mahal,” tegasnya.
Selain itu, Ananta juga mempertanyakan mengapa beberapa obat untuk kasus Covid19 tidak ditalangi oleh pemerintah, dan bahkan terjadi kelangkaan obat. Ananta menyebut contoh obat ACTEMRA untuk kasus gawat darurat Covid19, dan Terapi Plasma Konvalesen, di mana pasien yang kritis justru harus bayar sendiri biaya 2 obat tersebut.
Merespon masukan dan pertanyaan Ananta, Direktur Utama (Dirut) Biofarma, Honesti Basyir menjelaskan bahwa, pihaknya akan segera menyambut baik inisiatif pengupayaan rapid tes antigen yang memang jauh lebih murah, dan hasilnya jauh lebih akurat.
Akan tetapi Honesti juga menyatakan bahwa pihaknya sebagai BUMN pelaksana mengaku banyak terganjal karena belum ada Regulasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) skal keputusan itu.
“Memang banyak terganjal oleh belum adanya regulasi dari Kemenkes soal keputusan tersebut,” kata Honesti.
Jajaran direksi juga menyatakan bahwa mereka akan segera memberikan jawaban tertulis atas pertanyaan dari Anggota Komisi VI Ananta Wahana yang sangat mendetail itu.
Untuk diketahui bahwa di tengah pandemi Covid19 yang melanda dunia khususnya Indonesia, disaat banyak usaha kalang kabut menghadapi krisis, usaha disektor Farmasi justru menjadi bagian dari sedikit usaha yang justru bisa mencetak profit. Sepanjang 2020 hingga bulan Oktober pendapatan gabungan usaha BUMN Farmasi tercatat sebesar 16,8 hingga 20 triliun Rupiah.
Pendapatan sebesar ini merupakan rekor tersendiri di masa pandemi. Pendapatan tersebut juga berdampak pada kenaikan nilai saham perusahaan BUMN Farmasi di Bursa Efek Indonesia.
Respon (1)