Berita  

Ananta Wahana: Kita Sedang Berada dalam Krisis Sosial dan Politik

SEMARTARA – Wabiner, Wedangan IKA UNS IV dengan tema “Mungkinkah Krisis COVID-19 Berkembang Menjadi Krisis Sosial dan Politik?”, digelar, Rabu 6 Mei 2020 malam. Kegiatan ini menghadirkan pembicara para politikus, akademisi, dan praktisi media yang berasal dari Alumni UNS.

Menanggapi tema dalam acara tersebut, Anggota DPR RI Ananta Wahana, sebagai salah satu pembicara mengatakan bahwa bukan sekadar sebuah pertanyaan, namun Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), benar-benar nyata telah membawa kita pada krisis sosial dan politik.

“Kita bukan lagi masuk dalam kemungkinan, tetapi kita ini sedang dalam krisis sosial dan politik. Jadi tidak lagi aneh jika ada yang mengatakan, ada orang meninggal karena COVID-19, atau kalau lolos, ada orang meninggal karena efek dari COVID-19, karena kelaparan dan kemiskinan,” ujar Ananta Wahana.

Ananta juga mencontohkan, di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mempercepat dalam memutus mata rantai virus asal Wuhan-Tiongkok tersebut, pemerintah membuat aturan larangan mudik, dengan alasan agar tidak terjadi bergerak manusia dari wilayah zona merah atau sebaliknya yang berpotensi menjadi pembawa virus tersebut. Namun di sisi lain, banyak masyarakat yang tidak mengindahkan aturan tersebut, bahkan dengan berbagai cara memaksakan diri untuk tetap mudik. Menurutnya, hal ini menjadi salah satu bukti bahwa krisis sosial di masyarakat sudah terjadi.

“Kita ini dalam bulan Ramadhan, kita tidak boleh mudik, kemudian akses jalan-jalan ditutup. Tetapi ada seribu satu cara masyarakat kita itu ingin mudik dan lebaran. Jadi kalau kita lihat ini, artinya apa? Artinya, kita de facto sudah mengalami krisis sosial,” katanya.

Soal krisis politik sendiri, kata Politisi PDI Perjuangan ini, tidak dipungkiri, sudah terjadi pergeseran yang sangat luar biasa. Misalnya, Pemilu di beberapa negara ditunda, begitu pun soal pemilihan kepala daerah di Indonesia sendiri.

“Kalau kita bicara soal krisis politik, contohnya sederhana saja, sekarang tatanan politik berubah, Pemilu di beberapa negara ditunda, Pilkada ditunda. Begitu pun dengan APBN, sekarang ‘mawut’ untuk distribusi bantuan sosial dan bantuan alat kesehatan,” tandasnya.

Dikatakan pula, pandemi COVID-19 ini, menurut Ananta, telah menimbulkan peristiwa politik yang unik, karena tak dapat dipridiksi, tidak terukur secara obyektif, dan tidak tahu kapan berakhirnya. Dan, kata Ananta, tidak ada satu negara pun yang siap menghadapi COVID-19, apalagi saat ini virus tersebut sudah menjadi pandemi global serta sudah mewabah di lebih dari 200 negara di dunia.

Karena dampak COVID-19 ini sudah menimbulkan sebuah peristiwa politik, menurut Ananta, ada dua parameter yang bisa dijadikan sebagai cermin. Pertama, bisa disepadankan dengan ketika merebut kemerdekaan, atau Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada saat itulah hancurnya kolonialisme, dan bangkitnya negara-negara modern. Kedua, disepadankan dengan peristiwa wabah PES tahun 1300-an yang menelan korban hingg 250 juta, bahkan Eropa setengahnya lenyap. Peristiwa itu juga telah mengubah tatanan politik dunia, seperti muncul demokrasi, ekonomi perdagangan yang tadinya dikuasai oleh kerajaan-keraja bergeser dengan munculnya kongsi-kongsi, termasuk VOC.

Namun, terkait adanya opini jika pandemi COVID-19 ini bisa berakibat tumbangnya sebuah rezim, tegas Ananta, COVID-19 yang terjadi saat ini tidak mungkin terjadi, apalagi jika disamakan dengan peristiwa 98. Karena, menurut Ananta, tidak ada faktor-faktor yang mendorong seperti halnya pada peristiwa tumbangnya rezim Orde Baru (Orba).

“Tidak akan, mustahil! Sebab tidak ada faktor yang menyebabkan rezim tumbang. Kalau kaitan dengan 98 tumbang karen ada faktor-faktornya. Dan, di republik ini, opisisi terbukti, kerusuhan sosial atau gejolak masal tidak ada, dan tidak akan menumbangkan rezim, kecuali ada kepentingan oligarki. Dan ini tidak ada kepentingan oligarki. Syarat-syarat cara jatuhnya rezim akibat virus COVID-19 ini, sama sekali tidak terpenuhi!” Tegasnya.

Senada diungkapkan Haris. Ia melihat, pandemi COVUD-19 ini tidak akan dibawa ke krisis politik hingga menganti rezim.

“Semua politisi di DPR RI sepakat untuk bersama-sama, bergotongroyong melawan COVIS-19 sehingga Indonesia dapat keluar menjadi pemenang dalam perang melawan corona ini. Jadi tidak politisi yang menjadikan isu ini menjadi gorengan politik,” katanya.

Semantara itu, Ketua IKA UNS, Arief Budi Soesilo, mengatakan, pandemi COVID-19 telah menimbulkan ketegangan ekonomi dunia. Bahkan, beberapa negara sudah mengalami krisia ekonomi. Menurutnya, kondisi krisis ekonomi semacam ini jika tidak segera diatasi dengan baik maka dapat berdampak pada permasalahan politik.

“Presiden pada rapat kabinet terakhir mengingatkan kepada para menterinya untuk mencari cara jurus untuk menyelesaikan permasalahan ini. Pada kuartal I ekonomi Indonesia mengalami penurunan dari 4,4 % menjadi 2,9 % kalau sampai berlanjut sampai bulan mei maka diyakini pertumbuhan ekonomi kita mungkin minus,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan