Ananta Wahana: Ibarat Mesin Cetak, Pendidik Harus Lebih Berkualitas

Ananta Wahana, Pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis, di Tangerang.

SEMARTARA – Mendapatkan pendidikan yang layak adalah hak setiap individu, dan menjadi kewajiban negara untuk mewujudkannya. Sehingga, muncul lah lembaga-lembaga pendidikan, yang semua itu diperuntukkan sebagai sarana memenuhi hak dasar setiap warga negara tersebut.

Agar negara tetap berdiri kokoh dengan pondasi sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, dan terus menelurkan generasi yang lebih maju, baik secara mental, spiritual yang religius dan berbudaya. Ini adalah salah satu fungsi lembaga pendidikan, atau sekolah-sekolah dan lembaga lainnya yang sama.

Demikian dikatakan Pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis (PKKT) Ananta Wahana, Rabu 26 Juni 2019. Untuk itu, Ananta berharap, lembaga pendidikan tidak tercoreng moreng oleh kepentingan segelintir oknum yang memanfaatkan lembaga pendidikan untuk memburu kepentingan pribadi.

“Dunia pendidikan itu harus steril, tidak boleh ada kepentingan apapun kecuali menciptakan generasi yang cerdas, taqwa dan terampil atau kreatif,” ujar Ananta Wahana.

Meneladani pelopor pendidikan, yang juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Ki Hajar Desantara atau Suryadi Suryaningrat, kata Ananta, ide dan gagasannya dalam memikirkan masa depan Bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang cerdas, digambarkan dalam lambang Tut Wuri Handayani, yang memiliki tiga semboyan, yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani.

Arti dari semboyan tersebut, lanjut Ananta: Tut Wuri Handayani memilik makna, dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan: Ing Madya Mangun Karsa, artinya, di tengah atau di antara murid guru harus menciptakan prakarsa dan ide: serta Ing Ngarsa Sung Tulada, yaitu, di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik.

Nah, kalau kita meneladani Tut Wuri Handayani, menjadi seorang pendidik itu harusnya malu jika melakukan hal-hal yang menyimpang dari orientasi pendidikan. Karena, guru bisa dikatakan sebagai mesin pencetak generasi. Kalau mesin cetaknya saja rusak, bagaimana nanti hasilnya? Bisa-bisa lebih buruk dari mesin cetaknya. Dan, ini jangan sampai terjadi,” paparnya.

Ananta juga berpesan, agar para guru bisa memberi tauladan yang baik, tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik dan punya tanggung jawab moral membangun karakter generasi yang hebat.

Dan, pada momen Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 ini, lanjut Ananta, lembaga pendidikan, baik pengelola sekolah maupun SDM yang menjadi motor pencetak generasi masa depan yang hebat ini, tidak tergiur oleh permainan kotor ‘jual-beli bangku’ dengan cara yang tidak sehat. Karane, selain ini adalah sebagai bentuk pungutan liar (pungli) yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang, hal ini juga tidak memberikan pendidikan yang baik kepada masyarakat, terutama para calon peserta didik.

“Pendidik harus edukatif dan bisa memberikan motivasi kepada masyarakat kearah yang lebih positif, jangan malah ambil bagian ikut-kutan menjadi pungli, yang istilahnya itu jual-beli bangku,” tandasnya. (Widi)

Tinggalkan Balasan