SEMARTARA – Di balik cantiknya panorama Kawah Putih di Kaki Gunung Patuha tepatnya di Desa Alam Endah, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, ternyata ada cerita misteri yang hingga kini masih dipercayai oleh warga di sekitar daerah tersebut.
Di Puncak Gunung Patuha terdapat tujuh makam leluhur, yaitu Eyang Jaga Satru, Eyang Rangsa Sadana, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom serta Eyang Jambrong.
Pada saat-saat tertentu, katanya juga kerap ada penampakan hewan peliharaan para leluhur, yaitu berupa seekor domba berwarna putih kehijauan mirip lumut. Karena warnanya mirip lumut, domba itu kemudian disebut domba lukutan. Dalam bahasa Sunda, domba lukutan berarti domba berlumut. Namun hingga kini belum ada bukti yang bisa menguak misteri domba lukutan itu.
Cerita tentang Eyang Jaga Satru ini diperkuat oleh pendapat Kuncen Kawah Putih Ciwidey yang bernama Abah Karna. Kakek tua yang usianya sudah lebih dari seratus tahun ini tinggal di Kampung Hoe, Desa Sugih Mukti, tak jauh dari kawasan bekas letusan Gunung Patuha tersebut. Menurutnya, Eyang Jaga Satru merupakan pimpinan para leluhur di puncak Gunung Patuha.
Selain tujuh leluhur dan domba lukutan, konon katanya kawasan ini merupakan tempat berkumpulnya roh halus para Prajurit Prabu Siliwangi yang Amoksa.
Namun menurut catatan beberapa sumber menyebutkan bahwa Gunung Patuha pernah dua kali meletus. Letusan pertama terjadi pada abad ke-10 dan meninggalkan kawah di bagian puncak sebelah barat. Karena kawah tersebut mengering, masyarakat menamakannya Kawah Saat. Dalam Bahasa Sunda, saat artinya kering. Lama setelah itu, gunung tersebut tertidur lelap memasuki istirahat panjang. Kegiatan letusannya yang terjadi abad ke-13, melahirkan kawah kedua berupa danau sangat indah. Airnya bisa berubah-ubah warna, mirip dengan Danau Kelimutu. Sesekali warna airnya putih, sehingga kawah itu dinamakan Kawah Putih.
Keindahan Kawah Putih pertama kali diungkap oleh Dr. Franz Wilhelm Junghuhn,seorang Botanis asal Jerman. Pada tahun 1837 Junghuhn melakukan perjalanan di daerah Bandung Selatan, dan melakukan penelitian tentang misteri kawasan tersebut yang beredar luas di masyarakat.
Pada saat itulah, Junghuhn menemukan keindahan panorama kawah tersebut. Sesuai dengan namanya, tanah yang ada di kawasan ini berwarna putih akibat dari pencampuran unsur belerang. Selain tanahnya yang berwarna putih, air danau kawasan Kawah Putih juga mempunyai warna yang putih kehijauan dan dapat berubah warna sesuai dengan kadar belerang yang terkandung, suhu, dan cuaca. Dari situlah, danau belarang bekas letusan Gunung Patuha tersebut disebut sebagai Kawah Putih.
Respon (1)