Tangsel Dorong Percepatan Pemanfaatan TPA Lulut Nambo untuk Atasi Masalah Sampah

Tangsel dorong percepatan operasional TPA Lulut Nambo sebagai solusi pengelolaan sampah regional dengan teknologi RDF.
Suasana rapat koordinasi percepatan pemanfaatan TPA Lulut Nambo yang dihadiri Pemkot Tangsel bersama KLHK, Pemprov Jabar, dan PT Semen Cibinong. (Foto: Ist)

Kota Tangsel, Semartara.News – Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) terus mendorong percepatan pemanfaatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Lulut Nambo di Kabupaten Bogor sebagai langkah strategis dalam pengelolaan sampah lintas wilayah.

Dorongan tersebut muncul usai rapat koordinasi yang dipimpin Sekretaris Utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 8 September 2025. Pertemuan ini turut dihadiri perwakilan BPKP Jawa Barat, Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, Asisten Daerah Jawa Barat, LKPP, serta PT Semen Cibinong yang akan menjadi mitra penerima Refuse Derived Fuel (RDF).

Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, menyampaikan bahwa pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari perjanjian kerja sama (PKS) yang ditandatangani pada 2024 antara Gubernur Jawa Barat dengan seluruh kepala daerah di provinsi tersebut. Menurutnya, pengelolaan TPA Lulut Nambo akan berbasis teknologi RDF dengan PT Semen Cibinong sebagai off-taker.

“KLHK dan Dinas LH Jawa Barat menyebutkan TPA baru bisa beroperasi penuh pada 2027. Namun, kami berharap percepatan bisa dilakukan. Setidaknya, meskipun RDF belum siap, operasional bisa dimulai lebih dulu dengan sistem sanitary landfill. Harapannya akhir tahun ini atau awal tahun depan sudah berjalan,” ujar Benyamin.

Ia menuturkan, kapasitas TPA Lulut Nambo mencapai 2.300 ton sampah per hari, di mana Tangsel mendapat jatah pembuangan sekitar 300–500 ton. Kendati demikian, kondisi saat ini masih sangat terbatas, hanya 50 ton per hari, dengan porsi Tangsel sekitar 10 ton.

“Jumlah ini jelas belum berdampak signifikan bagi Tangsel. Karena itu, koordinasi akan terus kami perkuat, dan saya juga akan menyampaikan langsung kepada Gubernur agar pembahasan di tingkat provinsi bisa lebih intens,” tambahnya.

Mengenai biaya pengelolaan, Benyamin menjelaskan bahwa mekanisme yang dipilih adalah skema government to business dengan pembayaran tipping fee. Tarif awal yang pernah dihitung sebesar Rp125 ribu per ton, namun kemudian dievaluasi menjadi Rp250 ribu per ton.

Sementara itu, rencana kerja sama dengan Kabupaten Pandeglang terkait pemanfaatan TPA Bangkonol dipastikan batal. Pemkot Tangsel kini lebih fokus pada optimalisasi TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan bank sampah. Dari total 49 TPS 3R, tercatat 36 masih aktif, sedangkan bank sampah mencapai 353 unit dari lebih dari 400 yang terdaftar.

“Kami ingin pemilahan sampah organik dan anorganik di TPS 3R benar-benar berjalan, karena nantinya RDF hanya bisa diproses dari sampah yang sudah terpisah. Bahkan kami pernah mendorong program CSR untuk inovasi, seperti mengolah plastik menjadi bata atau papan,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia juga membuka peluang partisipasi masyarakat dalam penyediaan lahan untuk pendirian TPS 3R baru.

“Silakan ajukan permohonan secara resmi. Nanti akan kami tinjau langsung. Pada prinsipnya bisa saja, tinggal bagaimana bentuk kerja samanya,” pungkasnya. (Idris Ibrahim)

Tinggalkan Balasan