Tangerang, Semartara.News – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Tangerang menilai salah satu pejabat di Sekretariat DPRD Kabupaten Tangerang berinisial D tidak menunjukkan itikad baik dalam menanggapi kasus dugaan intimidasi terhadap wartawan. Hingga kini, pejabat tersebut belum memberikan jawaban atau respons atas somasi yang dilayangkan PWI pada pekan lalu.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Seksi Hukum dan Perlindungan Wartawan PWI Kabupaten Tangerang, Syukur Rahmat Halawa. Ia menjelaskan bahwa pada 25 Agustus 2025, pihaknya telah melayangkan somasi resmi kepada D. Selain itu, pengurus PWI juga telah melakukan komunikasi dengan Sekretaris DPRD Kabupaten Tangerang, Neneng Almirah.
“Minggu lalu somasi sudah kami kirimkan, bahkan sudah ada komunikasi dengan pimpinan Sekretariat DPRD. Namun sampai satu minggu tidak ada tindak lanjut apa pun. Karena itu, hari ini kami layangkan somasi kedua,” kata Rahmat, Selasa, 2 September 2025.
Rahmat menyayangkan sikap D yang dinilai tidak serius menanggapi somasi tersebut. Padahal, D merupakan pejabat publik yang kini menjabat sebagai Kepala Bagian Persidangan dan Perundang-undangan di Sekretariat DPRD Kabupaten Tangerang.
Menurut Rahmat, somasi kedua ini adalah peringatan terakhir. Jika kembali diabaikan, PWI akan mengambil langkah lebih lanjut, termasuk membuat laporan resmi ke pihak kepolisian.
“Kami tidak bermaksud menakut-nakuti, tapi kami serius dalam menyikapi dugaan intimidasi terhadap wartawan. Saat ini kami masih memberi ruang agar D bisa memenuhi tuntutan kami, misalnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada korban maupun kepada wartawan di Kabupaten Tangerang,” jelasnya.
Ia juga berharap Pemerintah Kabupaten Tangerang turut memberi perhatian atas persoalan ini, mengingat D adalah aparatur sipil negara. Menurutnya, kasus ini harus menjadi pelajaran agar pejabat lain tidak bersikap arogan dan tidak melakukan upaya yang dapat menghambat kerja jurnalistik.
Rahmat menambahkan, tindakan D terhadap wartawan berinisial ANF tidak hanya sebatas intimidasi, melainkan juga berpotensi masuk kategori perbuatan yang menghalangi kebebasan pers. Ia menilai hal tersebut tidak pantas dilakukan seorang pejabat publik.
“Bagi kami, ini bukan lagi persoalan pribadi, tetapi sudah menyangkut martabat profesi wartawan. Berdasarkan penjelasan ANF, kami menduga ada dua tindak pidana yang dilakukan D, yakni intimidasi atau ancaman, serta upaya menghalangi kegiatan jurnalistik,” tegas Rahmat.
Ia menuturkan bahwa PWI memiliki peran dalam memberikan advokasi dan perlindungan hukum bagi wartawan, khususnya anggota PWI. Karena itu, setelah menerima laporan dari ANF, pihaknya segera menindaklanjuti sesuai kewenangan organisasi.
“Sekali lagi, ini bukan masalah personal, melainkan terkait dengan profesi wartawan. Kebebasan pers dijamin undang-undang, sehingga tidak ada alasan bagi siapa pun untuk melakukan pencegahan, pelarangan, atau tekanan terhadap kerja jurnalistik,” pungkasnya. (*)