Berita  

Belasan Buruh Terancam PHK, Disnaker Bakal Panggil Kedua Pihak

SEMARTARA, Kota Tangerang – Perselisihan hubungan industrial antara pihak buruh yang tergabung dalam PUK Farkes Reformasi PT. PZ Cussons Indonesia dan pihak manajemen berbuntut panjang. Pasalnya, hingga saat perundingan ketiga pada Selasa (10/7) pekan lalu, pihak manajemen bersikeras untuk tetap merumahkan 15 buruh yang kini menjadi dasar tuntutan para pengunjuk rasa.

“Kita sih cuma minta kawan-kawan kita dipekerjakan kembali, itu saja. karena, kebijakan perusahaan yang model kayak gini tidak manusiawi, dengan modus merumahkan karyawan namun bisa terindikasi ke arah PHK. Ditambah lagi kurangnya bukti-bukti dari perusahaan yang mendasari pemutusan sepihak kepada anggota kami,” kata Eko Kustiyana, Ketua PUK Farkes Reformasi PZ Cussons Indonesia.

Lanjut Eko, peran Disnaker Kota Tangerang atas hal ini benar-benar sangat dibutuhkan, terutama untuk mediasi. Apalagi pihak manajemen bersikeras untuk tetap merumahkan 15 anggota PUK. Namun masih ada perundingan selanjutnya, kata Eko, rencana akan dilaksanakan pada Rabu (18/7) besok, dan apabila kembali ditolak, dirinya mengaku bakal melakukan rapat internal sebelum membuat keputusan.

“Sejak awal memang pihak pengusaha ingin kasus ini langsung dicatatkan ke dinas tenaga kerja. Tapi kami menganggap perselisihan ini masih dalam ranah bipartit, bisa diselesaikan dengan musyawarah tanpa orang ketiga,” pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Kadisnaker) Kota Tangerang, M. Rahmansyah meminta agar perselisihan hubungan industrial antara pihak pengusaha dan serikat buruh di PT PZ Cussons Indonesia dapat terselesaikan dengan bermusyawarah antara kedua belah pihak.

“Kami harap kedua belah pihak dapat menyelesaikan masalah ini melalui perundingan Bipartit. Karena sebenarnya masalah ini masih bisa dibicarakan secara kekeluargaan. Jadi tidak perlu menempuh perundingan Tripartit,” kata Rahmansyah melalui seluler, Selasa (17/7).

Dirinya menyayangkan jika persoalan tersebut diwarnai aksi unjuk rasa, karena hal itu hanya sebuah tindakan yang menurutnya sia-sia. Dalam memecahkan masalah, kata dia, solusi terbaik hanya dengan bermusyawarah.

“Unjuk rasa itu bukan solusi. Untuk apa kita lakukan itu. Kita jadi kepanasan, buang-buang energi. Apalagi kalau tuntutan kita ditolak, pasti kecewa semua. Maka sebaiknya dimusyawarahkan saja melalui perundingan Bipartit,” tuturnya.

Namun, lanjut dia, jika salah satu pihak tetap menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Dengan demikian, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan perundingan Tripartit yaitu melakukan perundingan dengan bantuan pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah.

“Kedua pihak selanjutnya melakukan perundingan dengan bantuan pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah. Langkah yang diambil yaitu dengan mencatatkan perselisihannya kepada kami, kemudian kami akan memanggil yang bersangkutan untuk melakukan klarifikasi,” urainya.

Lebih lanjut kata dia, setelah menelusuri kasus yang sedang terjadi pada perusahaan tersebut, pihaknya berencana akan memanggil yang bersangkutan pada Senin (23/7) pekan depan. Hal tersebut untuk melakukan klarifikasi guna mencari kebenaran informasi serta solusi, menuju kepentingan bersama. (Helmi)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan