Banten, Semartara.News – Polemik mengenai pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten, terus berlanjut. Pemerintah dinilai lamban dalam mengantisipasi konflik antara masyarakat dan korporasi, yang menjadi sorotan negatif bagi iklim investasi di Indonesia, khususnya di Banten.
Subkhan AS, Direktur Eksekutif Gerilya Institute, mengungkapkan bahwa masalah pemagaran laut ini mencerminkan lemahnya peran pemerintah dalam memberikan kepastian investasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Banten, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu isu utama yang dihadapi investor adalah ketersediaan lahan dan kebijakan perizinan yang sering berubah, termasuk kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR), izin mendirikan bangunan (IMB), dan izin lingkungan.
“Di Tangerang, Banten, penyebab utama polemik ini adalah lemahnya pemerintah,” tegasnya dikutip, Sabtu, 25 Januari 2025.
Dia menekankan pentingnya koordinasi antara Pemerintah Kabupaten Tangerang, Pemprov Banten, dan Pemerintah Pusat untuk melakukan kajian analisis dampak lingkungan yang adil. Hal ini penting agar perizinan untuk kegiatan investasi dapat berjalan seiring dengan kepentingan masyarakat.
“Pemerintah harus lebih baik dalam koordinasi dan pengawasan. Sebelum mengeluarkan izin, Pemprov Banten seharusnya mendengarkan kajian dari Pemkab Tangerang mengenai dampak lingkungan terhadap warganya. Sementara itu, pemerintah pusat harus melakukan pengawasan dan kajian sebelum mendorong proyek sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN),” jelasnya.
Ketidakstabilan kebijakan pemerintah dan buruknya koordinasi membuka peluang bagi kolusi antara korporasi dan oknum pemerintah. Hal ini berpotensi memicu konflik di lapangan.
“Perubahan aturan yang sering terjadi dan tuntutan korporasi untuk memenuhi target yang disepakati dengan investor menciptakan peluang bagi kolusi antara korporasi dan pejabat berwenang. Ini sudah menjadi rahasia umum,” tambahnya.
Subkhan memperingatkan bahwa jika situasi ini terus berlanjut, Indonesia bisa dianggap sebagai negara yang tidak mampu memberikan kepastian investasi, terutama dengan target investasi sebesar Rp 1.905 triliun pada tahun 2025.
“Investasi sangat penting untuk pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Seharusnya, investasi menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, jika tidak dikelola dengan baik dan diwarnai oleh regulasi yang tidak konsisten serta oknum yang mencari keuntungan pribadi, investasi justru bisa menjadi bencana bagi masyarakat,” ujarnya.
Akibatnya, konflik antara korporasi dan masyarakat menjadi tak terhindarkan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk memperbaiki koordinasi antara Pemkab/kota, Pemprov, dan Pemerintah Pusat serta konsisten dalam membuat dan menerapkan regulasi.
“Jika tidak ada perbaikan, maka pemerintah akan menjadi penyebab utama konflik antara korporasi dan masyarakat,” tutupnya. (*)