Berita  

Bebeng: Cina Benteng Contoh Konkrit Akulturasi Kebudayaan Tionghoa

FOTO: Antusias Masyarakat saat Pertunjukkan Barongsai

SEMARTARA, Kota Tangerang (18/3) – Rentetan kegiatan seni budaya tersajikan pada perayaan Sejit ke-329 Hong Tek Tjeng Sin di Vihara Nimmala Boen San Bio yang bertajuk “Melestarikan Budaya dengan Merajut Keberagaman Agama”.

Vihara yang terletak di Jalan KS Tubun No. 43, Pasar Baru, Kota Tangerang ini mengadakan pagelaran seni budaya serta lomba yang diikuti peserta mulai dari anak-anak usia dini hingga para lansia.

Perayaan tersebut berlangsung sejak Jumat (16/3) sampai Minggu (18/3) dengan kegiatan yang dilombakan seperti lomba mewarnai, gambang kromong, ngibing manula, pemilihan Kode dan Cide Benteng, atraksi liong dan barongsai hingga lomba menghias tumpeng. Kegiatan juga diisi dengan Bazaar kuliner dan pernak-pernik khas tionghoa seperti topeng barongsai mini dan mainan liong berukuran kecil.

Pembina yayasan Vihara Nimmala, Bebeng mengatakan, Cina Benteng merupakan hasil pencampuran orang Tionghoa dengan penduduk asli Indonesia di Tangerang.

“Tangerang itu awalnya kan dari kata Benteng, karena saat itu ada sebuah benteng milik Belanda di pinggir Sungai Cisadane,” katanya kepada wartawan, Minggu (18/3).

Selain itu, lanjut dia, Cina Benteng juga merupakan contoh konkret akulturasi kebudayaan Tionghoa.

“Banyak budaya Indonesia khususnya Tangerang ini yang merupakan hasil akulturasi, salah satunya adalah gambang kromong,” ujarnya.

Bebeng menerangkan, banyak orang yang tertarik untuk mempelajari budaya Cina Benteng, terlebih Tangerang merupakan kota multietnis dan multikultur.

“Mengambil tema melestarikan budaya dengan merajut keberagaman agama itu kita berharap bukan hanya budaya saja yang lestari, tetapi juga kerukunan antar umat beragama,” jelasnya.

Kerukunan dan toleransi umat beragama di Tangerang sangat terlihat. Menurut Bebeng hal itu terbukti, di Jalan KS Tubun terdapat sebuah Masjid, Klenteng dan Pura yang letaknya sangat berdekatan.

“Dari dulu setiap ada yang mengadakan kegiatan keagamaan itu kita saling membantu. Masyarakat Kota Tangerang ini patut dijadikan contoh, karena setiap agama itu mengajarkan kebaikan dan kerukunan antar umat beragama,” kata Pria yang sudah sejak 1962 menempati Vihara Nimmala.

Tanda lestarinya budaya, lanjut Bebeng, dilihat dari partisipasi generasi muda dalam mencintai budaya. Pada pembukaan perayaan Sejit Jumat (16/3) lalu dilakukan fangsen atau pelepasan 329 ekor burung sebagai bentuk simbol kebebasan.

“Dan khusus hari ini kita ada 40 komunitas liong dan barongsai se-Jabodetabek yang ikut serta memeriahkan acara ini. Hari ini memang khusus untuk lomba atraksi liong dan barongsai,” tuturnya.

Pada perayaan Sijiet ini juga diisi dengan Ngibing manula atau dansa yang diikuti oleh para lansia yang usianya diatas 50 tahun dengan diiringi musik gambang kromong. Selain itu, kata Bebeng, ada pula lomba pemilihan Kode dan Cide Benteng, yaitu semacam pemilihan Kang-Nong khusus remaja Tionghoa di Tangerang.

“Itu di acara puncaknya pada Sabtu (17/3) kemarin kita ada pemilihan Kode Cide dan persembahan 108 mangkuk misoa untuk dewa bumi,” pungkasnya. (Helmi)

Tinggalkan Balasan