Pembentukan Pansus Tata Niaga Pangan Terus Didorong Legislator Senayan

Penyaluran BLT Minyak Goreng

Jakarta, Semartara.News – Pembentukan Pansus tata niaga pangan dalam merespon terus melonjaknya harga kenaikan sejumlah bahan pangan, yang menjadi kebutuhan masyarakat, terus didorong oleh para legislator yang ada di senayan.

Dorongan untuk pembentukan pansus tata niaga pangan ini terus bergulir menyusul kebijakan pemerintah yang akan mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng, yang telah ditetapkan sebelumnya sebesar Rp 14 ribu setiap liter.

Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto menilai kebijakan pemerintah yang mencabut ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan sederhana dan premium bukanlah hal yang memberi solusi. Dengan mencabut HET tersebut, sama saja dengan menyerahkan harga minyak goreng kepada mekanisme pasar. Sehingga, hal ini akan memicu kenaikan harga minyak goreng kemasan di level konsumen sesuai tingkat harga minyak sawit (crude palm oil/CPO) internasional.

Oleh karena itu, Rofik mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) di DPR RI agar permasalahan  minyak goreng dapat diketahui secara jelas.  “(Saya) mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) tata niaga pangan. Sehingga persoalannya pangan seperti tingginya harga minyak goreng ini dapat diketahui secara jelas,” kata Rofik dalam keterangan tertulis, sebagaimana dilansir dari situs DPR RI.

Dirinya menegaskan keputusan mencabut HET ini sangat memberatkan masyarakat. Disebabkan saat ini banyak bahan pokok yang memang rata-rata naik, terlebih masih kondisi pandemi Covid-19.  “Pemerintah seolah memberikan pilihan yang sulit kepada rakyat,” tegas Rofik.

Ia menambahkan, rakyat seolah diminta memilih bak makan buah simalakama: memilih antara barang susah didapat tetapi harga murah atau barang banyak tapi harga mahal. Tugas pemerintah, harapnya, justru bagaimana dapat menghadirkan barang yang dibutuhkan masyarakat dengan harga yang terjangkau.

“Ini ironi negeri penghasil sawit terbesar. Karut-marut pengelolaan minyak goreng di negeri penghasil 58 persen sawit dunia adalah ironi. Masalah minyak goreng berlarut-larut. Sesuatu yang aneh di negeri penghasil bahan baku minyak goreng nomor satu, tetapi minyak goreng malah langka,” kata legislator dapil Jawa Tengah VII itu.

Terakhir, Rofik juga heran dengan stok minyak goreng yang tiba-tiba melimpah di pasaran setelah kebijakan HET dicabut. Dia menduga adanya permainan dari oknum-oknum yang mencari kesempatan. Karena itu dia mendorong segera dibentuknya Pansus di DPR RI.

Di sisi lain, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, menjelaskan alasan pemerintah tak lagi mengatur harga minyak goreng kemasan lewat harga eceran tertinggi (HET) untuk mencegah adanya tindakan curang dari oknum dan menyebabkan barang jadi langka. Pasalnya, kebijakan HET bisa diterapkan karena harga minyak sawit (CPO) sebagai bahan baku diturunkan pemerintah jauh lebih rendah dari tren harga internasional yang sedang tinggi.

“Kita mesti lihat kemarin itu memang barangnya tidak ada karena melawan mekanisme pasar, perbedaan antara (harga) minyak yang kita sediakan dan harga internasional tinggi sekali,” kata Lutfi saat meninjau harga bahan pokok di kawasan Pasar Senen, Jakarta, Kamis 17 Maret 2022 kemarin.

Tinggalkan Balasan