Jakarta, Semartara.News – Kementerian Ketenagakerjaan mengatur manfaat Jaminan Kehilangan Kerja (JKP) akan hilang jika pekerja atau buruh tak mengajukan permohonan klaim selama 3 bulan sejak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian Manfaat JKP, terdapat tiga jenis manfaat dari program JKP yakni uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Dalam beleid itu, hak atas manfaat JKP juga akan hilang ketika buruh telah mendapatkan pekerjaan. Hal tersebut akan diketahui langsung oleh pemerintah dengan pendaftaran baru sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Lalu, seluruh manfaat JKP juga akan hilang jika buruh meninggal dunia.
Sebelumnya, Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Dita Sari menyebutkan pemerintah telah menganggarkan Rp6 triliun dalam program JKP untuk membantu pekerja yang terkena PHK.
Dana tersebut digelontorkan dengan asumsi ekstrem 300 ribu pekerja terkena PHK dalam satu tahun.
“Pemerintah masukkan Rp 6 triliun sebagai modal awal, ini baru saya minta hitung-hitungannya ke PHI, dengan asumsi setahun ada 300 ribu orang yang ter-PHK, itu asumsi ekstrem ya. Mudah-mudahan enggak segitu,” ujar Dita dalam acara diskusi Dialog Aktual bertajuk “Untung-Rugi Permenaker JHT”, Selasa (15/2).
Dengan asumsi 300 ribu orang mengalami PHK dalam setahun, nilai iuran yang dibayarkan pemerintah akan berjumlah Rp85 miliar per bulan.
Sebagai informasi, pemerintah akan meresmikan program JKP pada 22 Februari 2022 mendatang. JKP adalah program ke-5 dari BPJS Ketenagakerjaan, setelah JHT, Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Pensiun (JP).
JKP berbeda dengan empat program lainnya karena dikhususkan untuk peserta yang terkena PHK. (CNNIndonesia)