Lebak – Akademisi dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung Mochamad Husen mengatakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) harus mengoptimalkan sosialisasi mitigasi bencana di pesisir Selat Sunda Banten guna mengurangi resiko kebencanaan.
“Pesisir Selat Sunda Banten baik utara maupun selatan merupakan daerah rawan bencana gempa dan tsunami,” kata Mochamad Husen saat dihubungi di Lebak, Banten, Selasa.
BPBD provinsi dan kabupaten harus lebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi mitigasi bencana agar masyarakat pesisir Banten dapat mengetahui dan melakukan antisipasi dengan upaya penyelamatan jika sewaktu-waktu terjadi gempa dan tsunami.
Meski tidak mengetahui kapan gempa dan tsunami itu terjadi, namun masyarakat pesisir Banten harus memiliki pengetahuan tentang mitigasi guna mengurangi risiko kebencanaan.
“Bila masyarakat pesisir Banten itu memahami mitigasi kemungkinan besar mereka bisa menyelamatkan diri dari ancaman gempa dan tsunami,” kata dosen Pendidikan Agama Islam itu.
Menurut dia, BPBD juga harus menyiapkan jalur evakuasi untuk mencapai tempat perlindungan dari bencana alam baik perbukitan dan pegunungan maupun gedung selter.
BPBD juga perlu memasang rambu evakuasi dan membangun tempat evakuasi serta melakukan kegiatan simulasi secara berkala.
Menurut dia, jika terjadi gempa besar dengan potensi peringatan dini tsunami yang disiarkan BMKG maka dalam beberapa menit masyarakat pesisir bisa melakukan langkah penyelamatan.
BMKG, kata dia, juga harus memasang sirine tanda potensi tsunami di pesisir pantai untuk peringatan dini.
“Saya yakin melalui kegiatan itu dipastikan tidak banyak korban jiwa,” kata Mantan Anggota DPRD Lebak itu.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lebak Febby Rizky Pratama mengatakan, pihaknya hingga kini mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi mitigasi bencana khususnya di pesisir pantai selatan yang masuk kategori daerah dengan potensi gempa tektonik dan tsunami.
Kegiatan mitigasi itu untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan untuk penyelamatan diri dari terjangan bencana tsunami yang berpotensi di pesisir Kecamatan Wanasalam, Malimping, Cihara, Panggarangan, Bayah dan Cilograng.
BPBD Lebak juga membangun jalur – jalur evakuasi untuk penyelamatan masyarakat dari bencana alam itu.
“Kami melakukan kegiatan sosialisasi mitigasi dan membangun jalur evakuasi untuk mengurangi risiko kebencanaan, ” kata Febby.
Berdasarkan catatan sejarah gempa dan tsunami di wilayah Selat Sunda terjadi pada 1722, kemudian pada 1852, serta pada 1958, yang semua disebabkan gempa.
Baca juga: Pemkab Lebak tetapkan status tanggap darurat gempa tektonik
Kemudian, Tsunami yang berkaitan dengan erupsi Gunung Krakatau berdasarkan catatan sejarah terjadi pada 416 tahun silam, kemudian pada 1883, 1928, serta 2018.
Selain itu tsunami yang terjadi pada tahun 1851, 1883 dan 1889 dipicu aktivitas longsoran Krakatau. (Antara)