Jakarta, Semartara.News – Pemerintah dianggap tepat mengkaji ulang Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016, tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya, Selasa (16/2/2021).
Menurut Willy, Fraksi NasDem mendapatkan banyak masukan dari organisasi masyarakat sipil terkait dengan implementasi UU ITE yang banyak menimbulkan persoalan.
“Kami menilai ada situasi yang memang memerlukan penyesuaian UU ITE. Makin naiknya tren saling lapor, pemidanaan pendapat dan pikiran, dan kejahatan internet, memang sudah saatnya melakukan kajian ulang UU ITE,” kata Willy seperti yang ditulis oleh LKBN Antara, di Jakarta.
Langkah revisi itu menurut dia penting, apalagi sebentar lagi RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang sebagian nafasnya ada di UU ITE, juga akan segera selesai. Willy yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini, akan menunggu inisiasi revisi UU ITE menjadi kenyataan karena bisa pemerintah atau DPR yang mengirimkan drafnya.
“Satu hal yang menjadi pijakan NasDem, adalah, norma dan sopan santun yang dahulu hidup dan melingkupi kita harus tetap dijaga,” ujarnya.
Menurut Willy, yang dirugikan dari fenomena saling lapor, pemidanaan pikiran dan pendapat adalah masyarakat yang sudah susah payah membangun situasi demokratisasi. Ia menegaskan bahwa, demokratisasi tersebut harus terus dijaga dan membudayakan dialog publik sebagai mekanisme penyelesaian masalah.
“Pasal-pasal karet dan pasal-pasal overkriminalisasi bisa menyasar siapapun, ini merugikan persahabatan demokratis kita. Pasal-pasal tersebut yang urgen perlu direvisi segera dengan tetap mempertimbangkan pentingnya sopan santun dan kebijaksanaan menggunakan media digital,” katanya.
Willy berharap komunikasi dan dialog antar warga negara makin terselenggara dengan sehat dan konstruktif, serta masyarakat juga makin sedikit pemidanaan atas kebebasan berekspresi dan berpendapat yang sesuai dengan norma kesopanan dan kemanusiaan.
Wakil rakyat ini menilai hoax, fitnah, dan pencemaran nama baik bisa dilawan dengan budaya komunikasi positif dan perangkat hukum yang adaptif.