Jeritan Hati Konsumen, Tahu dan Tempe Hilang Dari Pasaran

Tahu dan Tempe
Pedagang Tahu dan Tempe Goreng. (Foto - Ayobandung.com)

Jakarta, Semartara.News – Dalam dua hari terakhir, stok tahu dan tempe di lapak pedagang Pasar Induk Keramat Jati, Jakarta Timur, hilang akibat imbas dari mogok produksi kalangan pengrajin kedelai. Alhasil, para konsumen merasa kehilangan dengan tidak adanya stok di lapak para pedagang.

“Sudah sejak tahun baru ini aja saya gak ketemu lagi tahu dan tempe di pasar. Saya juga baru tahu hari ini kalau ada mogok kerja dari yang bikin (produsen),” kata salah satu konsumen tahu dan tempe, Nurohatun Hasanah (48), di Jakarta, dilansir dari LKBN Antara, Minggu (3/1/2020).

Nurohatun mengaku, dirinya membutuhkan 30 hingga 40 kilogram dua jenis makanan itu untuk digoreng dan dijual di Warteg kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Sehingga, sejak komoditas yang menggunakan bahan baku kacang kedelai tersebut tidak ada di pasaran, ia beralih menjual kentang goreng dan sayuran.

“Ada yang lain, misalnya, ada kentang sayuran yang lain, kalau gak ada tahu tempe. Saya baru tahu kalau katanya kacang kedelai lagi susah,” tuturnya.

Pekerja menyuci kain penyaring saat menggelar aksi mogok berproduksi di salah satu pabrik tahu di Jakarta, Sabtu (2/1/2021). Sejumlah produsen tahu dan tempe di Jabodetabek menggelar aksi mogok berproduksi sebagai protes dari naiknya harga kedelai di pasaran yang mencapai Rp9.000 per kilogram dari harga normal Rp7.000 per kilogram. Mereka berharap pemerintah segera mengambil kebijakan menurunkan harga kedelai karena membebani pelaku usaha UMKM tersebut. (Foto – Antara)

Dia berharap, produsen kembali memasok tempe dan tahu, sebab, penggemar makanan tersebut cukup tinggi di warungnya. “Namanya orang Indonesia kan favoritnya tahu tempe. Seharusnya, walaupun mahal, harus diadain, biarpun mahal,” pungkasnya.

Wendy, salah satu konsumen lainnya mengaku, ia sudah tidak berjualan gorengan tempe dan tahu isi selama dua hari karena persoalan yang sama. Sebab, biasanya ia membeli bahan baku gorengan tersebut di pasar. “Saya sering beli di pasar. Biasanya buat dagang gorengan, tapi dari tahun baru gak ada. Biasanya ada aja pedagang yang nyetok, tapi kemarin gak ada sama sekali, yang anterin juga gak ada. Katanya kacangnya lagi mahal,” ungkap Wendy.

Dia mengaku, sejak komoditas itu hilang dari pasaran, omset jualannya menurun hingga separuh dari sebelumnya. “Kalau jualan sih tetap, tapi kan, saya gak jual tahu dan tempe, jadi pendapatan jadi turun sekitar setengahnya, karena dagangan gak komplit,” imbuhnya.

Warga Pulogadung itu berpesan kepada produsen, agar harga makanan dari dari kedelai itu bisa stabil, namun, kalaupun harus naik harganya tetap wajar dan bisa terjangkau. “Walaupun harganya naik, yang penting ada. Yang penting naiknya terjangkau. Pelanggan nanyain juga, padahal baru seminggu lalu toge gak ada di pasaran,” katanya.

Secara terpisah, Sekretaris Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta, Handoko Mulyo, mengatakan, ketiadaan makanan yang mengandung protein besar itu di pasaran, merupakan imbas dari bentuk protes terhadap kenaikan harga kedelai dari Rp 7.200 menjadi Rp 9.200 per kilogram (kg).

“Terhitung mulai 1 hingga 3 Januari 2021, kita stop produksi. Ada sekitar 5.000 pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memproduksi tahu dan tempe, sepakat untuk mogok produksi,” katanya.

Dikatakan Handoko, setiap harinya produsen memasok kebutuhan komoditas tersebut di Jakarta, sebanyak 500 hingga 600 ton.

Tinggalkan Balasan