Jakarta, Semartara.News – PT. Pertamina (Persero) melalui Program Kemitraan terus menyasar berbagai kalangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk dilakukan pembinaan.
Termasuk di antaranya merupakan UMKM dari kalangan milenial. Di mana salah satu keunggulan UMKM kalangan ini adalah kemampuan dalam mengelola usahanya berbasis Go Online. Hingga berujung pada upaya Go Global dan menembus pasar internasional.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan, pembinaan secara langsung maupun daring untuk mewujudkan UMKM Go Online hingga bulan September 2020 sebanyak 131 kali. Diakui, untuk penerapan UMKM berbasis digital maupun online, kalangan milenial lebih cepat untuk memahami.
“Kalangan milenial lebih aktif, responsif, dan lebih cepat melek digital. Ini penting untuk dapat mengembangkan usahanya secara lebih efisien,” ujar Fajriyah.
Salah satu pelaku UMKM milenial binaan Pertamina adalah Edy Handoko. Pemilik usaha Batik Bintang Arut (Binar) ini meneruskan estafet bisnis orang tua istrinya. Di mana, usaha tersebut pertama digeluti oleh mertuanya pada tahun 1980. Kemudian, barulah pada tahun 2008, ia bersama Muchayatun, istrinya, melanjutkan bisnis keluarga tersebut.
Upaya Edy dalam menonjolkan batik khas Indramayu ini cukup maksimal. Ia melakukan sejumlah inovasi produk agar batiknya semakin diminati. “Kami modifikasi proses produksi agar lebih efisien. Lalu, pemasaran yang lebih modern. Dan penambahan variasi produk dari bahan setengah jadi hingga bentuk pakaian jadi untuk end user,” ujar pria kelahiran tahun 1981 ini.
Usaha yang berbasis di Jalan Kopral Yahya No. 120 Kelurahan Paoman, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu ini, selain berorientasi pada profit, juga menerapkan usaha berbasis socioprenenur. Di mana ia mempekerjakan sekitar 15 perajin batik perempuan yang mayoritas adalah istri dari para nelayan. “Hal ini untuk menambah pemasukan para keluarga nelayan di sekitar rumah,” tuturnya.
Dalam sebulan, Rumah usaha Batik Bintang Arut ini dapat menghasilkan 400 kain batik dalam sebulan dengan harga jual bervariasi. Mulai dari harga Rp 90 ribu dan Rp 1 juta lebih untuk batik tulis dengan kerumitan yang tinggi. Dengan harga jual tersebut, Edy mampu mengantongi omzet sekitar Rp 25 hingga 30 juta per bulan. “Pemasaran cukup gencar kami lakukan lewat media sosial, bisa dilihat melalui IG @bintangarutindramayu atau beberapa marketplace dengan nama yang sama,” imbuhnya.
Edy pun mengaku, usaha yang digeluti bersama istrinya tersebut semakin berkembang dari tahun ke tahun. Semua itu, diakuinya, tidak lepas berkat keuntungan yang didapat menjadi mitra binaan Pertamina. Puncaknya, Pertamina mengajak Edy ikut pameran di Belanda pada 2012 dan di Irak pada 2016 selama sebulan. Mendapat pengalaman mengikuti pameran di luar negeri jelas merupakan kesempatan berharga yang belum tentu dapat dirasakan semua mitra binaan Pertamina.
Saat ini, pihaknya memiliki pelanggan tetap yang berasal dari Eropa, Jepang, Cina, Malaysia, dan Singapura. Bahkan, salah satu partnernya dari negeri Sakura pernah tiba-tiba datang ke rumahnya untuk melihat langsung usaha produksi batik yang dikelolanya. Ternyata, mereka mengetahui Batik Bintang Arut dari berbagai pameran yang diselenggarakan Pertamina. Rekam jejak tempat usahanya yang menjadi mitra binaan membuat partner dari luar negeri lebih percaya. ”Semoga batik khas Indramayu ini lebih banyak dikenal orang, baik di dalam negeri maupun mancanegara,” tutup Edy. (Agung).
Respon (1)