Jakarta, Semartara.News – Hasil uji usap yang dilakukan Badan Intelijen Negara (BIN) diduga tidak akurat. Hal ini pertama kali terjadi pada 16 pegawai Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan pegawai swasta lainnya yang melakukan uji usap melalui tes Polymerase Chain Reaction (PCR) milik BIN.
Pengamat intelijen yang juga dosen di Universitas Pertahanan, Susaningtyas Kertopati menilai, dalam melakukan proses uji spesimen, laboratorium BIN menggunakan dua jenis mesin Reverse Transcription (RT) PCR. “Yaitu jenis qiagen dari Jerman dan thermo scientific dari Amerika Serikat. Keduanya memiliki sertifikat lab BSL (Biosafety Level) 2 yang telah didesain mengikuti standar protokol laboratorium,” ujarnya melalui keterangan pers, Senin (28/9).
Bagi Nuning, sapaan akrabnya, BIN memang menerapkan ambang batas standar PCR lebih tinggi ketimbang institusi lainnya. Hal ini terlihat dalam Cycle Treshold (CT) quantitative PCR. Dan Ini memang disengaja untuk mencegah Orang Tanpa Gejala (OTG) bisa lolos dari uji usap, maka BIN menaikkan ambang batas bawah. “Termasuk melakukan uji validitas melalui triangulasi tiga jenis gen yakni RNO/IC, N dan ORFlab,” jelas Nuning.
Terkait pelaporan, Nuning menjelaskan bahwa BIN telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, termasuk Dinas Kesehatan dan Gugus Tugas Daerah, ketika menggelar kegiatan uji usap massal pada beberapa titik. “Hal ini untuk membantu menentukan titik-titik lokasi yang menjadi klaster penyebaran,” katanya.
Sejak Satgas Intelijen Medis beroperasi pada bulan April lalu, BIN selalu melaporkan hasil uji usap yang dilakukan kepada Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19.
BIN memang diberi kewenangan untuk menangani Covid-19 sesuai dengan UU no. 17/2011 tentang Intelijen Negara. Dalam beleid itu, khususnya pasal 30 huruf D, intelijen bisa membentuk satgas dalam pelaksanaan aktivitas intelijen termasuk ketika menghadapi ancaman kesehatan.
Nuning berpendapat, Covid-19 juga termasuk bagian ancaman kesehatan yang berimbas terhadap keamanan manusia. Dan ini masuk dalam ranah kerja BIN. Dengan dasar itu, BIN turut aktif membantu satgas penanganan Covid-19 dengan melakukan operasi intelijen medis. “Di antaranya seperti uji usap di berbagai wilayah, dekontaminasi dan kerjasama pengembangan obat dan vaksin,” ujarnya.
Kehadiran satgas BIN juga telah mendapat dukungan dan apresiasi positif, baik dari kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah, yang meminta bantuan pelaksanaan tracing di wilayah atau institusinya. “Dengan melakukan tes swab dengan beban anggaran operasi BIN,” jelasnya.