Lakukan Manuver di PBB, Vanuatu Di Permalukan Diplomat Indonesia

Silvany Austin Pasaribu, Diplomat RI yang Berani Melawan Republik Vanuatu saat Sidang Majelis Umum PBB ke-75 Dok. RRI

Jakarta, Semartara.News – Republik Vanuatu mengusik Indonesia dengan mengungkit isu pelanggaran HAM di Papua. Ini bukan kali pertama, pada siding PBB sebelumnya Negara ini melakukan hal yang sama, yaitu mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Pada tahun 2015, Perdana Menteri Vanuatu saat itu, Moana Carcasses Kalosil juga menyinggung hal yang sama di hadapan Dewan HAM PBB. Ia menyebut pelanggaran HAM oleh aparat keamanan terjadi di Papua Barat sejak penentuan pendapat rakyat yang digelar tahun 1969.

 Vanuata adalah Negara yang terletak di kepulauan di Samudra Pasifik Selatan, timur laut Kaledonia Baru, timur Australia, dan barat Fiji.

Manuver Republik Vanuata ini, di sikapi tegas oleh diplomat perwakilan Indonesia, Silvany Austin Pasaribu. Jawaban tegas pada Sidang Majelis Umum PBB. Berikut ini pidato lengkap Silvany.

Awalnya, Perdana Menteri Republik Vanuatu Bob Loughman mengungkit soal isu pelanggaran HAM di Papua itu dalam Sidang Majelis Umum PBB. Indonesia kemudian memakai hak jawabnya untuk membantah Vanuatu.

“Saya bingung, bagaimana bisa negara satu ini berusaha mengajarkan negara lain, tapi tidak mengindahkan dan memahami keseluruhan prinsip fundamental Piagam PBB,” kata Diplomat perwakilan Indonesia, Silvany Austin Pasaribu, dalam pidatonya di akun YouTube PBB, Minggu (27/9/2020).

Silvany, dengan bahasa Inggris yang fasih, menegaskan bahwa tuduhan Vanuatu itu hal yang memalukan. Vanuatu, menurutnya, terlalu ikut campur urusan Indonesia.

“Ini memalukan, bahwa negara satu ini terus memiliki obsesi tidak sehat yang berlebihan tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau memerintah sendiri,” ujarnya tegas.

Berikut ini isi pidato lengkap Silvany di Sidang Majelis Umum PBB ke-75 yang disiarkan di akun YouTube PBB:

Nyonya Presiden, saya angkat bicara untuk menggunakan hak jawab Indonesia atas pernyataan yang dibuat oleh Vanuatu. Sangat memalukan bahwa negara satu ini terus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau memerintah sendiri.

Terus terang, saya bingung bagaimana mungkin suatu negara mencoba untuk mengajari orang lain sementara kehilangan inti prinsip-prinsip dasar dari Piagam PBB.

Izinkan saya memberi tahu mereka hal-hal berikut, tentang apa yang benar untuk menghormati prinsip-prinsip non-campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain dan untuk melakukan apa yang benar. Itu untuk menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah negara lain.

Jadi, sampai Anda melakukannya, mohon simpan nasihat Anda untuk diri Anda sendiri.

Nyonya presiden, Presiden Indonesia menyatakan beberapa hari yang lalu di aula besar PBB ini, dan saya mengutipnya “kita harus mempromosikan pendekatan win-win win win pada hubungan antar negara yang saling menguntungkan”.

Memang seruan seperti itu digaungkan oleh para pemimpin dunia sepanjang minggu ini, tetapi negara bodoh ini memilih sebaliknya.

Pada saat krisis kesehatan darurat dan kesulitan ekonomi yang besar, mereka memilih untuk menanamkan permusuhan dan menabur perpecahan dengan memandu advokasi untuk separatisme dengan dalih isu hak asasi manusia yang berbunga-bunga.

Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa yang beragam dan multikultural dengan ribuan suku dan ratusan bahasa daerah yang tersebar di lebih dari 17 ribu dan 400 pulau berkomitmen terhadap hak asasi manusia.

Kami menghargai keragaman, kami menghormati toleransi dan semua orang memiliki kesamaan di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini.

Kami juga telah mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia di mana setiap individu memiliki hak yang sama di bawah hukum.

Selain itu, kami telah meratifikasi konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial, sementara yang menarik bahkan Vanuatu belum menandatanganinya.

Dan bagaimana seseorang bisa berbicara tentang mempromosikan hak masyarakat adat bahkan ketika negara itu tidak menandatangani perjanjian internasional tentang hak sosial, ekonomi dan budaya.

Instrumen inti HAM ini justru memunculkan pertanyaan apakah mereka benar-benar peduli dengan masyarakat adat.

Lebih penting lagi, Vanuatu belum menandatangani meratifikasi konvensi melawan penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat lainnya yang kami serukan kepada pemerintah. Jadi, ayolah Vanuatu, penuhi tanggung jawab hak asasi manusia Anda kepada rakyat dan dunia.

Nyonya presiden, tuduhan pelanggaran hak asasi manusia adalah tipikal dongeng yang mereka jual dan mereka tampilkan di panggung selama bertahun-tahun di aula ini.

Biar saya beritahu mereka, Anda bukanlah representasi rakyat Papua. Dan berhentilah berkhayal menjadi mereka.

Orang Papua adalah orang Indonesia, semua berperan penting dalam pembangunan Indonesia. Termasuk di pulau Papua.

Nyonya Presiden, prinsip-prinsip Piagam PBB yang jelas tidak dipahami Vanuatu menetapkan penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial.

Indonesia akan membela diri dari segala advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian hak asasi manusia yang artifisial.

Provinsi Papua dan Papua Barat adalah bagian Indonesia yang tidak dapat ditarik kembali sejak 1945.

Ini juga telah didukung dengan tegas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan komunitas internasional beberapa dekade yang lalu.

Ini sifatnya tak dapat diganggu gugat dan permanen.

Terima kasih Nyonya.

Tinggalkan Balasan