SEMARTARA – Keluarga pasien berinisial AM yang ditetapkan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 dan meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Balaraja pada Senin 01 Juni 2020 lalu, yang kemudian hasil swab dinyatakan negatif COVID-19, akan melakukan upaya hukum terhadap rumah sakit tersebut.
Pasalnya, rumah sakit tersebut diduga tidak profesional dalam menetapkan status terhadap pasien sehingga menimbulkan dampak sosial bagi keluarga.
“Saya awalnya nggka mau jika almarhum dimakamkan secara protokol COVID-19, karena saya tahu betul jika istri saya hanya sakit pembengkakan jantung,” kata suami almarhum Endang Suhendar saat menceritakan kisah pilunya, kepada awak media, Senin 08 Juni 2020.
Sehari setelah meninggal dunia pada pukul 15.30 Senin 01 Juni 20 lalu di RSUD Balaraja setelah ditetapkan menjadi pasien PDP oleh dokter, kata Endang, kemudian almarhum dimakamkan di TPU Buniayu – Kecamatan Sukamulya, secara protokol COVID-19.
Pasca dimakamkan di TPU Buniayu, lanjut Endang, tidak seperti biasanya, pelayat di rumahnya pun menjadi sepi dan hanya dihadiri oleh sebagian keluarga besarnya, meskipun almarhum belum divonis positif COVID-19.
Tak hanya itu, kata dia, ketiga anaknya yang masih di bawah umur pun mengalami ganggun psikologis, karena saat almarhum mengembuskan napas terakhirnya, anak nomor duanya Zahra (12) yang juga diisolasi terkejut karena orang tuanya meninggal dunia tanpa diketahui oleh perawat dan dokter jaga.
“Saya baru lega saat RSUD Balaraja memberikan hasil swab bahwa almarhum hasilnya negatif corona, hasil tersebut kemudian diumumkan ke tetangga dan malam tahlil ke-lima hari, tetangganya mulai mau tahlil ke rumah saya,” ungkap Endang.
Dengan didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Reformasi Masyarakat (Geram) Banten, tambah Endang, pihak keluarga akan menuntut pihak rumah sakit dan meminta untuk memindahkan makam almarhum istrinya.
“Kami minta pihak rumah sakit bertanggung jawab atas beban pisikologis keluarga kami yang dikucilkan oleh masyarakat, dan untuk membuktikan bahwa istri saya tidak terkena virus corona, saya minta pihak rumah sakit memindahkan pemakaman istri saya,” kata Endang.
Ketua LSM Geram Banten, H. Alamsyah menyayangkan sikap rumah sakit yang terlalu buru-buru dalam menetapkan status pasien menjadi PDP tanpa melihat riwayat penyakit pasien.
Menurutnya, pasien selama sakit 1.5 tahun, sudah menjalani perawatan di tiga rumah sakit, dan hasil diagnosisnya adalah pembengkakan jantung.
“Kami sangat terpukul, dan menyangkan sikap rumah sakit yang selalu mengkaitkan penyakit dengan COVID-19, padahal pasien ini punya riwayat penyakit jantung, dan terbukti dari hasil swab yang menyatakan bahwa pasien negatif COVID-19,” ujar Alamsyah.
Sebagai Lembaga Masyarakat, kata Alamsyah, pihaknya akan meminta penjelasan dari pihak rumah sakit dan apabila ditemukan ada unsur pidananya maka akan melakukan langkah hukum ke pihak yang berwajib.
“Kita lihat hasil audensi dengan pihak rumah sakit nanti, kalau jelas ada unsur kelalain yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, kita akan laporkan ke pihak yang berwajib,” tegasnya.